Friday, December 15, 2017

HAKEKAT KEDUDUKAN MANUSIA DALAM ISLAM

OKE MHD AMIN     December 15, 2017    



HAKEKAT KEDUDUKAN MANUSIA 
DALAM ISLAM







A.    Latar Belakang                                                                

    Manusia adalah makuluk yang sempurna, yang telah diciptakan oleh Allah SWT, dengan diberikan akal untuk berpikir dan hati untuk merasakan. perasaan Dunia merupakan tempat persinggahan manusia yang hanya sementara saja. untuk mengetahui, bagaimana hakikat manusia yang sebenarnya, dan apa tujuan hidup manusia, penulis merasa tertarik untuk mengkaji secara mendalam hakikat manusia yang sebenarnya dalam kaca mata islam yang penulis tuangkan dalam makalah ilmiah ini.

B.     Hakekat Kedudukan Manusia
1.      Pengertian Hakikat
 Berbicara mengenai hakikat manusia, sebelum penulis menyusun lebih jauh kajian materi hakikat kedudukan manusia, terlebih dahulu kita akan melihat terlebih dahulu arti hakikat dalam kamus bahasa indonesia diartikan bahwa hakikat itu adalah inti sari/dasar intisari atau dasar. Contoh : dia yg menanamkan “hakikat” ajaran Islam di hatiku;
  Dalam bahasa arab hakikat merupakan kata benda yaitu dari kata “Al-Haqq”, dalam bahasa indonesia menjadi kata pokok yaitu kata “hak“ yang berarti milik (ke¬punyaan), kebenaran, atau yang benar-¬benar ada, sedangkan secara etimologi Hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari segala sesuatu.
Dapat disimpulkan bahwa Hakikat adalah kalimat atau ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan mak¬na yang yang sebenar¬nya atau makna yang paling dasar dari sesuatu seperti benda, kondisi atau pemikiran.

2.      Hakikat Kedudukan Manusia
Dalam al-Qur'an, ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata basyar dan kata Bani Adam. Kata insan dalam al-Qur'an dipakai untuk manusia yang tunggal, sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaaknya dipakai kata an-nas, unasi, insiya, anasi. Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata insan yang berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya dan anasa, maka dapatlah dikatakan bahwa kata insan menunjuk suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap, yang lahir dari adanya kesadaran penalaran Kata insan digunakan al-Qur'an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain adalah akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan .
Untuk mengkaji lebih mendalam, hakikat kedudukan manusia, sebelumnya kita telah mengartikan makna hakikat, baik dari segi bahasa maupun dari segi defenisi, sekarang kita akan membahas kembali, hakikat kedudukan manusia  menurut padangan islam, berbicara mengenai Islam, tentu kita tidak lepas dari Al-Qur’an dan Sunnah, serti Ijtihad pemikiranb para sahabat untuk mencari kebenaran yang sebenar-benarnya  yang mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

      Di dalam Islam, Al-qur’an menggambarkan hakikat Kedudukan Manusia , dapat kita lihat dalam surat (Al-Baqarah : 30) yang berbunyi :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

Artinya : "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (al-Baqarah: 30)

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (at-Tin: 4)


فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ(5)خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ(6)يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ

Aritnya : “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada”.(at-Thariq: 5-7)


إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (ar-Ra'du:11)


Dari firman Allah Swt, dalam Al-Qur’an seperti yang telah penulis terakan diatas, ini menandakan bahwa dalam pandangan Islam Kedudukan Manusia jika kita lihat dari Al-Qur’an berarti manusia dimuka bumi ini dijadikan Oleh Allah SWT mempunyai hakikat kedudukan yang jelas, dengan tujuan dan perannya masing-masing seperti yang telah dijelaskan oleh Al-Qur’an di atas, berarti menandankan bahwa manusia mempunyai tugas di muka bumi ini adalah :
a.       Sebagai Khalifah
    Manusia sebagai khalifah, dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 30, jelas  dikatakan Manusia sebagai khalifah Allah fil ardhi menjadi wakil Tuhan di muka bumi, yang memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan manusia mengelola serta mendayagunakan apa yang ada di bumi, untuk kepentingan hidupnya. Dengan demikian hal ini berarti ia diberi kepercayaan untuk mengelola bumi dan karenanya mesti mengetahui seluk-beluk bumi, atau paling tidak punya potensi untuk mengetahuinya
Kedudukan manusia sebagai khalifah atau pengganti Allah di muka bumi dikritisi oleh malaikat karena mereka – manusia – mempunyai potensi untuk membuat kerusakan di muka bumi. Akan tetapi Allah menegaskan bahwa malaikat belum mengetahui tentang manusia, lalu manusia menunujukkan kemampuannya untuk menyebutkan nama-nama. Dengan kemampuan ini, yang berarti juga kemampuan untuk berinisiatif, dengan demikian manusia tidak hanya berpotensi merusak akan tetapi juga memiliki potensi untuk berbuat kebaikan
Kisah penciptaan manusia dalam bentuk serah terima "kekhalifahan di atas bumi", kepada manusia, menurut Fazlur Rahman diwarnai dengan protes para malaikat dan berkata: "Apakah engkau hendak menempatkan seseorang yang akan berbuat aniaya di atas bumi dan yang akan menumpahkan darah, sedang kami selalu memuji Kebesaran dan Kesucian-Mu? Allah tidak menyangkal tuduhan mereka terhadap manusia itu tetapi Dia menjawab:' Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui". Kemudian Allah membuat kompetisi di antara para malaikat dengan Adam: siapakah di antara mereka yang lebih luas pengetahuannya. Dan kompetisi ini dimenangkan oleh manusia yang mampu menyebutkan nama-nama sementara malaikat tidak sanggup untuk melakukan hal tersebut. Keterangan ini menunjukkan bahwa manusia (Adam) dapat memiliki pengetahuan yang kreatif. Setelah itu, kemudian Allah menyuruh malaikat tersebut untuk bersujud kepada manusia (Adam).
Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah merupakan tanggungjawab moral manusia kepada Allah yang harus menjadi tantangan bagi manusia untuk mewujudkan perannya untuk menjadi penguasa di muka bumi dengan membawa misi Ilahi. Allah memberikan keistimewaan kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya yaitu akal pikiran, dan kebebasan untuk berkehendak. Semua penjelasan di atas, menjadi model kepercayaan diri bahwa ia merupakan makhluk yang paling istimewa dari seluruh makhluk lainnya dan akan mewujudkan tata sosial yang bermoral di atas dunia sesuai dengan tujuannya di dunia yaitu ibadah.

b.      Manusia Sebagai makhluk sosial
    Di dalam Surat (At-Tin : 4), Allah Berfirman dengan  Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (at-Tin: 4)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk makhluk yang paling sempurna dari segi bentuk dan rupanya. setiap manusia yang dilahirkan di bumi adalah makhluk terbaik di antara ratusan juta pesaing lainnya yang akan lahir ke muka bumi.
Setiap orang yang lahir ke muka bumi akan berjuang berlomba-lomba menghadapi ratusan juta pesaing lainnya untuk sampai ke tempat tujuan (ke tuba faloppi atau oviduk) untuk dapat mencapai induk telur. Dengan tak kenal lelah mereka berenang beberapa milimeter untuk melewati perjalanan yang penuh dengan mortalitas yang tinggi. Dalam perjalanan sperma menuju indung telur ini hanya beberapa ribu yang dapat menyelesaikan perjalanan dan dari ribuan ini hanya satu sperma yang akan berhasil memasuki telur dan membuahinya. jika manusia menyadari kejadian ini dengan memperhatikan dan mengambil ibroh dibalik kejadian tersebut, sudah seharusnya setiap individu merasa bangga akan dirinya dan memiliki kepercayaan diri karena merupakan makhluk terbaik dan terpilih di antara ratusan juta lainnya untuk menjalankan amanah sebagai khalifah Allah.

Ayat berikut yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan proses penciptaan dengan menunjukkan tentang proses penciptaan manusia:

فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ(5)خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ(6)يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ
Artinya : “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.(at-Thariq: 5-7)

  Dalam menafsirkan ayat ini, Muhammad Abduh menafsirkan bahwa ia merupakan bukti kebenaran dalam ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa manusia senantiasa dijaga dan diperhatikan oleh Allah. Hal ini mengingat bahwa "air yang memancar" adalah salah satu benda cair yang tidak ada terlukis atau terbentuk di dalamnya pelbagai peralatan yang mengandung fungsi kehidupan, seeperti yang aa dalam berbagai anggota tubuh. Namun, "cairan ini" ternyata dapat tumbuh menjadi suatu makhluk yang sempurna, yaitu manusia yang penuh dengan kehidupan, akal dan persepsi, serta memiliki potensi untuk melaksanakan kekhalifahan di muka bumi. Pembentukan dan penentuan kadar masing-masing komponen yang ada padanya, serta penciptaaan pelbagai anggota tubuh yang di dalamnya ditanamkan potensi tertentu, sehingga dengan itu ia mampu melaksanakan fungsinya, kemudian ditambah lagi dengan akal serta daya persepsi: semua itu tidak mungkin dibiarkan tanpa ada "penjaga" yang mengawasi serta mengaturnya yaitu Allah.

Atau ayat ini dapat bermakna sebagai penegas ayat sebelumnya: "apabila telah engkau ketahui bahwa setiap jiwa pasti ada pengawasnya maka wajib atas setiap manusia untuk tidak menelantarkan dirinya sendiri." Wajiblah ia berpikir tentang kejadian dirinya serta bagaimana awal mula kejadiannya. Agar ia dapat menyimpulkan bahwa Allah yang kuasa menciptakannya sejak pertama kali, pasti kuasa pula untuk membangkitkannya lagi kelak. Kesadaran seperti itu akan mendorong dirinya untuk melakukan amal-amal saleh dan berperilaku sebaik-baiknya, serta menjauhkan diri dari pelbagai jalan kejahatan. Sebab mata Sang Pengawas tak lengah sedikitpun. Kesadaran seperti inilah yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk mengetahui hakikat dirinya agar mampu melakukan tindakan sesuai apa yang diperintahkan oleh sang penciptanya.

c.       Manusia Sebagai makhluk perubah
                  Didalam Surat ( Ar-Ra’du : 11) yang atinya "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (ar-Ra'du:11)

Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa Allah tidak akan merampas nikmatnya dari manusia meskipun ia melakukan maksiat. Ini dapat terjadi pada realitas empirik orang-orang yang tidak beriman kepada Allah sukses dalam keduniawian. Sementara al-Qurtubi menjelaskan bahwa dalam ayat ini Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali terdapat perubahan dalam diri mereka, atau orang lain yang mengamati mereka, atau sebagian dari kaum mereka. Ayat ini
tidak bermakna bahwa orang yang tidak melakukan dosa tidak akan mendapatkan musibah atau azab karena tidak pernah melakukan dosa. Sebagaimana Rasulullah bersabda: ketika ditanya apakah orang-orang yang saleh itu akan dimusnahkan? Jawabnya: benar, apabila banyak terjadi kerusakan dalam masyarakatnya semua ini menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi untuk berubah menuju kebaikan atau keburukan. Dominasi manusia yang memiliki nilai negatif terhadap orang-orang saleh yang tidak mampu berbuat apa-apa akan berakibat semuanya terkena musibah atau bencana yang melanda kaum tersebut.
Berikut ini akan penulis paparkan dan jelaskan dari Khutbah Idul Fitri Amin Rais, yang berjudul: Membangun Rasa Percaya Diri. Menurut Amin saat ini bangsa Indonesia mengalami keterpurukan di berbagai bidang kehidupan. Untuk keluar dari keterpurukan  itu, umat Islam sebagai bagian dari bangsa masih harus mengasah dan  mempertajam  ketakwaan kita kepada Allah. Pada gilirannya bila ketakwaan semakin mantap maka insya Allah semakin besar pula kepercayaan diri, self confidence.
Sebagai bangsa yang besar sekarang bangsa Indonesia berada dalam suasana tidak percaya diri, malahan kadang-kadang seperti mengalami kebingungan. Berikut ini merupakan bukti-bukti ketidak percayaan diri yang di jelaskannya:
Lihatlah bagaimana kita merasa sudah tidak mampu lagi memperbaiki ekonomi kita dengan akal, energi, daya dan kreativitas kita sendiri. Sebagai gantinya, kita serahkan sepenuhnya nasib ekonomi kita kepada sebuah badan dana moneter internasional. Padahal badan internasional tersebut ternyata tidak becus memperbaiki ekonomi Indonesia.
Lihatlah bagaimana mula-mula didirikan sebuah badan utuk menyehatkan perbankan dan berbagai BUMN kita. Namun dalam perkembangannya badan itu kini menjadi juru lelang aset-aset nasional. Mengapa? Karena kita tidak yakin dapat memperbaiki berbagai BUMN itu dengan kemampuan dan akal sehat kita. Sikap yang diambil kemudian adalah jual saja berbagai BUMN itu, habis perkara. Memang perkaranya habis karena kita kemudian menjadi bangsa pelayan yang melayani kepentingan luar negeri.
Lihatlah bagaimana kita bahkan tidak berani mengangkat kepala kita melihat pencurian tanah dan pasir Indonesia yang sudah berlangsung hampir dua dasawarsa. Beberapa pulau di sekitar Kepulauan Riau sudah lenyap karena sudah berpindah dan ditempelkan ke suatu negara tetangga lewat proses reklamasi. Nampaknya kita tidak berani hanya sekedar menegur, bahkan menyindir negara tetangga tersebut agar menghentikan penjarahan tanah, pasir dan air kita. Masya Allah.
Lihatlah juga bagaimana kita memperlakukan kekayaan alam kita yang dianugerahkan Allah kepada kita bangsa Indonesia. Betapa banyak kontrak karya dibidang perminyakan, gas alam, emas, perak, tembaga dan berbagai kekayaan miniral kita, yang amat sangat menguntungkan pihak luar negeri dan cukup merugikan, bahkan menyengsarakan bangsa sendiri. Mengapa? Karena kita beralasan tidak punya modal, tidak punya kemampuan manajerial, tidak punya apa-apa untuk mengelola karunia dan anugerah kekayaan alam itu dengan tangan kita sendiri.
Oleh sebab itu setiap individu, para pemimpin dan rakyat seluruhnya, harus berusaha memulihkan kembali rasa percaya diri yang kini sudah hilang. Perlunya upaya untuk menemukan kembali dan memperkokoh rasa percaya diri bangsa Indonesia. Bangsa manapun, tidak mungkin mengandalkan pemulihan kehidupan ekonomi, sosial, politik, hukum, pendidikan dan lain-lain semata-mata pada kekuatan luar negeri. Mustahil ada satu bangsa yang mau bersusah payah dan berkorban untuk bangsa lain.




C.    Kesimpulan
Pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT, dengan bentuk kesempunaan yang telah diberikan-Nya., dengan  diberikan Akal untuk berpikir dan hati untuk merasakan sesuau.
Di dalam al-Qur'an, ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata basyar dan kata Bani Adam. Kata insan dalam al-Qur'an dipakai untuk manusia yang tunggal, sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaaknya dipakai kata an-nas, unasi, insiya, anasi. Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata insan yang berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya dan anasa, maka dapatlah dikatakan bahwa kata insan menunjuk suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap, yang lahir dari adanya kesadaran penalaran Kata insan digunakan al-Qur'an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain adalah akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan .
Dalam Pandangan Islam, manusia pada hakikatnya dijadikan dimuka bumi ini untuk menjadi :
a.       Sebagai Khalifah
b.      Sebagai Makluk Sosial
c.       Sebagai Makluk Perubah

0 comments :

About us

Common

Category

FAQ's

Category

FAQ's

© 2011-2014 Guru Sekolah Dasar. Designed by Bloggertheme9. Powered By Blogger | Published By Blogger Templates .