Tuesday, March 13, 2018

MAZHAB/ALIRAN FILSAFAT MORAL BARAT

OKE MHD AMIN     March 13, 2018    


MAZHAB/ALIRAN FILSAFAT MORAL BARAT
(HEDONISME, PRAGMATISME, UTILITARINISME)


A.    Hedonisme
1.      Pengertian Dan Konsep Hedonisme
Secara bahasa, Hedonisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu “hedone” yang artinya kesenangan. Hedonisme adalah jenis ideologi atau pandangan hidup yang menyatakan bahwa kebahagian hanya didapatkan dengan mencari kesenangan pribadi sebanyak-banyaknya dan menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Hedonisme mengajarkan bahwa kenikmatan atau kesenangan merupakan tujuan hidup dan acuan dalam berperilaku dalam sebuah anggota masyarakat. Dalam paham hedonisme, kesenangan pribadi atau kelompoknya merupakan yang utama, mereka tidak peduli dengan perasaan atau kesenangan orang lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hedonisme merupakan pandangan hidup yang berdasarkan atas hawa nafsu. Penganut paham hedonisme disebut hedonis. Hedonisme sangat berhubungan dengan kekayaan, kenikmatan batin, kenikmatan seksual, kekuasaan dan kebebasan.
2.      Sejarah Hedonisme
Hedonisme mulai muncul pada masa awal sejarah ilmu filsafat pada tahun 433 SM (sebelum masehi). Tokoh utama yang menjadi pencetus hedonisme adalah Aristippos dari Kyrene (433 – 355 SM) yang menjawab sebuah pertanyaan filsafat terkenal. Pertanyaan itu ditanyakan oleh Sokrates, “Apa yang menjadi tujuan hidup manusia?”. Aristippos menjawab bahwa yang terbaik adalah “kesenangan”.
Aristippos ini adalah seorang filsuf Yunani yang berasal dari Kyrene, Afrika Utara. Aristippus memiliki hubungan baik dengan Sokrates. Setelah Sokrates wafat, Aristippos menjadi guru profesional di Athena. Kemudian di Kyrene (kampung halamannya) ia mendirikan sekolah yang dinamakan “Cyrenaic School”. Sekolah ini mengajarkan bahwa perasaan-perasaan kesenangan sebagai kebenaran dalam kehidupan. Menurutnya, kehidupan orang bijak selalu mencari jaminan kesenangan maksimal. Aristippos sebenarnya setuju dengan pendapat Sokrates bahwa keutamaan dalam hidup adalah “yang baik”, tetapi ia menyamakan arti “yang baik” ini dengan kesenangan, mungkin ia hanya berpikir bahwa “yang baik” tersebut adalah yang baik untuk diri sendiri. Aristippos memandang kesenangan dalam bentuk gerakan (kesenangan badani), menurutnya ada tiga jenis gerakan, yaitu :
a.       Gerakan Kasar, gerakan yang menyebabkan ketidaksenangan dan menimbulkan rasa sakit.
b.      Gerakan halus, gerakan yang membuat kesenangan.
c.       Tiada Gerak, yaitu keadaan netral, contohnya ketika sedang tidur.
Tokoh utama lainnya dari Hedonisme adalah Epikuros. Ia lahir di Samos, Yunani, pada tahun 342 SM dan meninggal di Athena tahun 270 SM. Ajaran Epikuros menitikberatkan tentang “apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan”. Namun demikian, kenikmatan yang dimaksud disini bukanlah kenikmatan bebas tanpa aturan, melainkan kenikmatan yang mendalam. Kenikmatan cenderung didapatkan karena keinginan kita terpenuhi, dengan ini, kaum epikurean membagi keinginan menjadi 3 jenis, yaitu :
a.       Keinginan alami yang harus dipenuhi (makan agar terus hidup).
b.      Keinginan alami yang dapat dipenuhi atau tidak (makanan yang enak)
c.       Keinginan alami yang sia-sia (harta yang berlebihan)
Epikuros mengajarkan bahwa penting untuk membatasi pemuasan keinginan agar dapat mencapai kenikmatan tertinggi, oleh karena itu ia menyarankan untuk hidup sederhana. Tujuannya adalah demi mencapai “Ataraxia”, yaitu kententraman jiwa, batin, terbebas dari perasaan resah gelisah, dan berada dalam keadaan seimbang. Kebahagian yang dituju oleh kaum epikurean ini adalah kebahagian pribadi, walaupun demikian mereka sadar bahwa berteman dan bergaul dapat membantu mencapai kenikmatan sejati (Ataraxia). Nah sayangnya, dalam perkembangannya, paham ini menjadi paham yang memandang kesenangan, kenikmatan dan kebahagian hanya sebatas materi, baik berupa uang atau harta lainnya.
Sedangkan perkembangan Hedonisme di Eropa mulai muncul di Eropa bagian barat selama Abad pertengahan. Pada abad ke 18, eropa dikuasai oleh tiga golongan besar, yaitu Golongan Raja dan bangsawan, Pihak Gereja, dan rakyat biasa (kaum feodal). Nah diantara ketiga golongan ini, pihak gereja memiliki kekuasaan tertinggi, mereka mempunyai hak khusus untuk mengatur kehidupan ekonomi dan politik yang berjalan, bahkan mereka dapat membatasi kebebasan setiap individu dalam segala aspek kehidupan. Golongan Raja dan Bangsawan juga merupakan golongan yang mempunyai hak istimewa, sedangkan golongan rakyat biasa dianggap golongan tanpa hak. Hal ini membuat rakyat mendapatkan perlakuan kejam tidak berprikemanusiaan. Oleh karena itu mulai terjadi perlawanan dari pihak rakyat. Perlawanan ini kemudian memancing terjadinya Revolusi sehingga terjadi banyak perubahan dalam segala aspek kehidupan. Ideologi besar baru muncul di berbagai bidang, yaitu Hedonisme di bidang sosial-budaya, Liberalisme di bidang politik,  Free-Value di bidang Sains, dan Kapitalisme di bidang Ekonomi.
3.      Ciri-ciri Hedonisme
a.       Kenikmatan pribadi merupakan tujuan utama dalam kehidupan.
b.      Mengabaikan perasan atau kebahagiaan orang lain dalam memenuhi keinginan.
c.       Materialis, tidak pernah merasa puas dengan yang dimiliki, selalu mencari harta yang lebih dan kekayaan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan.
d.      Konsumtif, mengutamakan keinginan dalam membeli sesuatu, bukan mengutamakan kebutuhan.
e.       Pergaulan bebas.
f.       Diskriminatif, membedakan indivitu berdasarkan kekayaan dan menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain sehingga cenderung sombong.
4.      Kelebihan dan kekurangan hedoisme
a.       Kelebihan Hedonisme
1)      Motivasi yang kuat dalam mencapai keinginannya.
2)      Pantang menyerah dan bersikeras.
3)      Menghargai waktu dan kesempatan, karena setiap waktu dan kesempatan digunakan untuk mewujudkan yang mereka inginkan.
b.      Kekurangan Hedonisme
1)      Menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya sehingga cenderung menggunakan cara yang negatif (tidak baik).
2)      Egois dan tidak memiliki kepekaan sosial.
3)      Mengganggu orang lain karena dalam mencapai keinginanya mereka tidak peduli dengan orang di sekitarnya.
B.     Pragmatisme
1.      Pengertian Pragmatisme
Istilah Pragmatisme  berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works).
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu:
1)      menolak segala intelektualisme.
2)      Absolutisme.
3)      meremehkan logika formal.
2.      Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
a.       William James (1842-1910 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untyuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.
Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.
b.      John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James.
c.       Charles Sandre Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah (Ismaun, 2004:96). Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.

3.      Implementasi Aliran Filsafat Pragmatisme
Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah. Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup. Di sini pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan penuh dari pemikiran yang relative. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasilan.
a.       Instrumemtalisme
Dewey berpendapat bahwa berpikir sebagai alat untuk memecahkan masalah. Dengan demikian maka ia mengesampingkan penelitian ilmu murni yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan konkret.
b.      Eksperimentalisme
Kita menguji kebenaran suatu peoposisi dengan melakukan percobaan. Dengan demikian maka tidak ada kebenaran yang pasti dan dapat dijadikan pedoman dalam bertindak. Misalnya: suatu UU terus menerus diuji. Lantas, kapan masyarakat bisa menjadikan UU itu sebagai pedoman untuk bertindak? Pendek kata dalam hidup bermasyarakat, kita memerlukan kebenaran yang ditetapkan, bukan terus-menerus diuji.
c.       Pendidikan
Dewey menekankan pendidikan formal berdasarkan minat  anak-anak dan pelajaran yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan minat anak-anak. Dengan pandangan yang demikian maka pelajaran yang berlangsung di sekolah tidak difokuskan karena minat setiap anak itu berbeda-beda. Demikian juga dengan pelajaran-pelajaran pokok yang harus diajarkan kepada anak-anak tidak dapat diterapkan dengan baik.
d.      Moral
Penolakan dewey terhadap gagasan adanya final end berdasarkan finalis kodrat manusia dan sebagai gantinya ia menekankan peran ends-in-view, membuat teorinya jatuh pada masalah ”infinite regress” (tidak adanya pandangan yang secara logis memberi pembenaran akhir bagi proses penalaran. Karena adanya final end yang berlaku universal ditolak dan yang ada adalah serangkaian ends-in-view maka pembenaran terhadap ends-in-view tidak pernah dilakukan secara defenitif. Akibatnya tidak ada tolak ukur yang tegas untuk menilai tindakan itu baik atau tidak
Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab terhadap beban dan kewajiban masing-masing. Sementara, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Model pembelajaran ini berupaya membangkitkan hasrat anak untuk terus belajar, serta anak dilatih berpikir secara logis. Sebagaimana yang diungkap oleh Power (Sadulloh, 2003:133) bahwa, implikasi dari filsafat pendidikan pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan mencakup lima hal pokok. Kelima hal pokok tersebut, yaitu:
1)       Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan pragmatisme adalah memberikan pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi.
2)       Kedudukan Siswa, kedudukan siswa dalam pendidikan pragmatisme merupakan suatu organisasi yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh.
3)       Kurikulum, kurikulum pendidikan pragmatis berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Demikian pula minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Guru menyesuaikan bahan ajar sesuai dengan minat dan kebutuhan anak tersebut.
4)       Metode, metode yang digunakan dalam pendidikan pragmatisme adalah metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja), serta metode pemecahan masalah (problem solving method), serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
5)       Peran Guru. Peran guru dalam pendidikan pragmatisme adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.
Selain hal di atas, pendidikan pragmatisme kerap dianggap sebagai pendidikan yang mencanangkan nilai-nilai demokrasi dalam ruang pembelajaran sekolah. Karena pendidikan bukan ruang yang terpisah dari sosial, setiap orang dalam suatu masyarakat juga diberi  kesempatan untuk terlibat dalam setiap pengambilan keputusan pendidikan yang ada. Keputusan-keputusan tersebut kemudian mengalami evaluasi berdasarkan situasi-situasi sosial yang ada.

C.    Utilitarianisme
1.      Pengertian dan konsep Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin yaitu “Utilis”, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah atau menguntungkan.  Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).  Utilitarianisme adalah kebahagiaan yang sangat besar.
Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.  Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).  Bergantung kepaea apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia tentang suatu kebaikan.   Sehingga esensi hukum harus bermanfaat, artinya hukum yang dapat membahagiakan sebagian terbesar masyarakat (the greatest happiness for the greatest number of people).  Pandangan ini bersumber dari filsafat yunani yaitu Hedonisme, bahwa sesuatu yang enak itulah yang diinginkan seseorang.
            “Setiap orang ingin hidup dengan selamat damai dan bahagia, seorangpun tiada yang ingin hidup dengan susah payah atau terhina dan sebagainya.  Dalam hati kita merasakan berbagai macam keinginan, tetapi anehnya kita tak pernah merasa puas sepenuhnya.  Karena jika keinginan yang satu kita puaskan, sebentar akan timbul keinginan lain lagi, maka hilanglah rasa kepuasan itu.  Keadaan yang kita sebut “kebahagiaan” artinya keadaan dimana semua keinginan – keinginan kita terpenuhi, yang membawa ketenangan dan ketentraman hati yang sepenuhnya itu Nampak sukar dicapai.” (Sala, 2000: 105).
Akan tetapi setiap orang sibuk mencarinya, jadi timbullah pertanyaan sebagai berikut :
1.      Apakah yang memberikan kebahagiaan itu ?
2.      Dimanakah letaknya kebahagiaan itu ?
3.      Apakah yang membawa kebahagiaan itu ?
4.      Bagaimana dapat dicapai kebahagiaan itu ?
Teranglah bahwa hanya kesenangan belum kebahagiaan.  Itu memang benar buat hewan, tetapi tidak benar bagi manusia, karena manusia hanya dapat bahagia “sebagai manusia”, (dalam arti manusiawi).  Artinya sebagai makhluk yang berbudi, berjiwa, berpenalaran, beriman.  Jadi haruslah disertai dengan pengetahuan dengan kesadaran.
Aliran utilitarianisme dapat digolongkan kedalam positivism hukum.  Mengingat faham ini sampai kepada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat, disamping untuk memberikan manfaat yang sebesar – besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak.  Ini berarti hukum merupakan cerminan perintah penguasa juga, bukan cerminan dari rasio semata.
Seperti kita tahu, kedudukan manusia didunia ini sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam, maka kita harus memeliharanya dengan baik dan dilarang untuk merusaknya.
2.      Tokoh – tokoh utilitarianisme
“Dari pandangan aliran ini ialah bahwa tujuan hidup ini seharusnya happiness untuk semua orang, yaitu orang lain dan diri sendiri, jadi kebahagiaan yang bersifat universal disini dapat diartikan orang banyak, atau kepentingan kemanusiaan pada umumnya, bangsa atau golongan orang.” .(Kertopati, 1968: 288).
Secara idealistis ialah bahwa “kebahagiaan bagi umum” apakah ini bersifat Spiritual, Jasmaniah atau kedua – duanya adalah ditempatkan diatas kesenangan pribadi.
Kita mengenal tokoh – tokohnya antara lain :
a.       Jeremy Bentham
b.      John Stuart Mill
Sebagaimana kepada aliran lainnya kepada utilitarianisme ini telah pula dilancarkan kritik antara lain :
a.       Eaduemonisme universalistis memulai satu individu jadi penilaiannya adalah secara matematis 1 = 1. Hypothesis memang mudah untuk dikatakan, akan tetapi penerapannya dalam praktek adalah sulit.
b.      Jadi masing – masing orang didalam masyarakat harus memperhitungkan kesenangan, setiap orang bermacam – macam, kalau ingin hendak adil, padahal baik happiness yang bersifat spiritual maupun jasmaniyah adalah sukar sekali untuk ditukar kualitasnya.
c.       Katakanlah hanya terdapat dua golongan manusia yaitu satu golongan mengejar kebahagiaan rohaniyah (spiritual) belaka, dan golongan yang lainnya mengejar kesenangan jasmaniyah. Sekarang problemnya bagaimanakah cara untuk dapat memenuhi kedua golongan tersebut dalam waktu yang sama.


3.      Pokok Pikiran Utilitarianisme
            Utilitarianisme menyatakan bahwa “kebahagiaan itu adalah yang diinginkan dan satu-satunya tujuan yang diinginkan, semua hal lain diinginkan demi mencapai tujuan itu.” Jelas mirip dengan gagasan hedonism, dan hedonism seperti kita tahu adalah keyakinan klasik bahwa kenikmatan, kebahagiaan atau kesenangan adalah kebaikan tertinggi dalam kehidupan.  Istilah hedonisme sendiri berasal dari kata Yunani yang bermakna kesenangan. Hanya saja, epicurus, tokoh utama Hedonisme dan kenikmatan pikiran ketimbang tubuh. Katanya orang bijak harus menghindari kesenangan – kesenangan yang pada akhirnya akan berujung pada penderitaan.
            Para penggugat utilitarianisme mengajukan sejumlah keberatan antara lain, asas kegunaan itu sering bertentangan dengan aturan – aturan moral yang sudah mapan, seperti jangan bohong, jangan mencuri dan jangan membunuh.
            Marilah kita pertimbangkan kalimat “Pembunuhan merupakan keburukan” dan “Pembunuhan seharusnya tidak dikerjakan”.  Seorang positivis akan mengatakan, meskipun kalimat yang pertama bersifat empiris, namun yang kedua tidak demikian halnya, karena kalimat tersebut sekedar mengulang apa yang sudah terkandung dalam kalimat yang pertama.  Secara definisi kita mengetahui, kata “keburukan” merupakan sesuatu yang seharusnya tidak dikerjakan.  Karena itu kalimat kedua secara analistis dapat disimpulkan dari kalimat yang pertama.  Kita mengetahui pula keburukan mengandung pengertian sesuatu yang seharusnya tidak dikerjakan, karena memang begitulah cara orang memakai pengertian tersebut.
            Jika seseorang mengacu sesuatu yang ia katakan buruk dan sekaligus mengatakan bahwa hal tersebut dikerjakan, maka sebagai pribadi anda tentu akan mengatakan : hal yang dikatakan itu sesungguhnya bukan merupakan keburukan, atau hal tersebut adalah dalam keadaan yang sangat khusus dan bukan merupakan keburukan dalam arti kata yang sebenarnya.  Tetapi mungkin anda akan mengatakan “jika hal tersebut benar – benar buruk, maka seharusnya tidak dikerjakan”.
Ini berarti sama dengan mengatakan bahwa keburukan dan seharusnya tidak dikerjakan berhubungan secara analistis sehingga tidaklah mungkin menolak yang satu sambil menerima yang lain.











KESIMPULAN

Secara bahasa, Hedonisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu “hedone” yang artinya kesenangan. Hedonisme adalah jenis ideologi atau pandangan hidup yang menyatakan bahwa kebahagian hanya didapatkan dengan mencari kesenangan pribadi sebanyak-banyaknya dan menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali yang dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya John Stuart Mill.  Utilitarianisme merupakan faham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.  Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan.  Karena itu baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah dan menguntungkan atau tidak.
            Utilitarianisme adalah aliran yang meletakkan kemampuan sebagai tujuan hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).  Aliran ini sesungguhnya dapat digolongkan kedalam positivisme hukum, mengingat faham ini sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat, disamping untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang terbanyak, ini berarti hukum merupakan pencerminan perintah penguasa juga, bukan cerminan dari rasio semata.




DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat (Jakarta : Gramedia, 1996)
Burhanuddin Salam, “Pengantar Filsafat”, Jakarta, Bumi Aksara, 2000, Cetakan IV
KATTSOFF. LOVIS O. “Pengantar Filsafat”.  Yogyakarta; Tiara Wacana, Yogya, 2004, cetakan IX.
Kertopati, Ton, Dasar – Dasar Publisistik (Unesco Division Of Development) Mass Media, 1968
Zuhairini, dkk. “Filsafat Pendidikan Islam” Jakarta, Bumi Aksara, 2004.
Damsar.2012. Pengantar Sosiologi Pendidikan.Jakarta : Kencana Media Prenada Group
http://filsafatpendidikanpragmatisme.blogspot.co.id/ ( diakses pada tanggal 12 Maret 2018 pukul 21.00 WIB )
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/pragmatisme-dalam-pendidikan/ ( diakses pada tanggal 12 Maret 2018 pukul 22.00 WIB)







0 comments :

About us

Common

Category

FAQ's

Category

FAQ's

© 2011-2014 Guru Sekolah Dasar. Designed by Bloggertheme9. Powered By Blogger | Published By Blogger Templates .