Thursday, March 8, 2018

PROBLEMATIKA MANAJEMEN PENDIDIKAN DAN KEPEMIMPINAN ISLAM

OKE MHD AMIN     March 08, 2018    


Media Pembelajaran dan  Kumpulan Soal Penilaian Harian (PH), PAS, dan UAS Sekolah Dasar 

Kelas 1 s.d Kelas 6 Kuriklum 2013 Terbaru  Klik Link Dibawah ini :

https://www.youtube.com/channel/UC9C78_i8t3BUGo21xW0bDjw/videos

Wassalam RKC Channel
Problematika Manajemen Pendidikan Dan Kepemimpinan
Dalam Pendidikan Islam

A.    Latar Belakang Masalah
Di dalam dunia pendidikan Islam, maju mundurnya pendidikan  Islam baik di Madrasah maupun di pasantren tentu tak lepas dari sebuah implementasian manajemen madrasah dan pesenten yang dikelola oleh pemimpin madrsah itu sendiri, yang dalam hal ini yang berpran sebagai manajemen tentu kepala madrasahnya, kepempimpinan kepala madrasah sebagai seorang manejerial yang baik tentu tak lepas dari kerjasama yang baik dengan personalia madrasah yang ia pimpin. Dan selaku kepemimpinan yang baik harus paham akan tugas seorangnya sebagai manajerial  pada instansi yang ia pimpin.
Seorang kepemimpinan Menurut Veithzal Rivai pada hakekat terdiri dari :
a.       Proses mempengaruhi atau memberi contoh dan pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi
b.      Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan yang diharapkan
c.       Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi insprirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
d.      Melibatkan tiga hal yang pemimpin, pengikut dan situasi tertentu
e.       Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan.[1]

Jika kita lihat hakekat seorang pemimpin sebagaimana yang dikemukan oleh Veithzal Rivai mengambarkan bahwa seorang pemimpin memberikan tauladan yang baik, dan memberikan inspirasi dalam bekerjasama yang baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

B.     Pengertian Manajemen Pendidikan dan Kempimpinan dalam Pendidikan Islam
Di dalam menjalankan manajemen kepimpinan dalam pendidikan Islam tentu juga tak lepas dari problematika-problematika yang terjadi di madrasah itu sendiri. Sebelum kita mengakaji masalah problematika  manajemen yang terjadi di madrasah mapun dipasentren maka terlebih dahulu kita harus memahami, apa itu manajemen, manajemen sebenarnya merupakan terjemahan secara langsung   dari kata management berakar dari kata kerja to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan atau mengelola.[2]
Di dalam Islam, pengertian yang sama mendefenisikan pengertian manajemen seperti yang dijelaskan dalam Surat Al-Sajadah : 5 yang berbunyi :



Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Q.S. Al-Sajdah : 05)



Disamping surat Al-Sajdah ayat 5 di atas, Di dalam surat lain yaitu (Q.S. Yunus : 31) juga menerangkan tentang manajemen seperti yang berbunyi :




Artinya : Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?"

Dalam Pandangan Islam, dari dua pengertian yang berdasarkan pada firman Allah di atas maka ternyata, ada dua kata yang kita temukan yakni kata yudabbiru al-amra yang berarti mengatur urusan. Ahmad al-Syawi menafsirkan sebagai berikut : “Bahwa Allah adalah pengatur alam (manager). Keteraturan Alam raya ini merupakan salah satu bukti kebesaran dari Allah SWT sebagai penjaga dan pengelola alam ini. Karena manusia diciptakan sebagai khalifah oleh Allah SWT maka berkewajiban untuk menjaga, mengatur dan mengelola bumi ini sebaik mungkin sebagaimana Allah sebagai pengatur jagad raya. Jadi kita simpulkan bahwa Allah SWT sendiri pada hakikatnya ia mempunyai tugas untuk mengatur jagad raya sehingga  semua dapat beroperasi sebaik mungkin dan berjalan dengan semestinya. Disamping pandangan Islam ada juga pendapat ahli mengenai pengertian manajemen diantaranya :
1.      John H.Donelly,et. Al juga mendefenisikan pengertian manajemen yaitu sebuah proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mengatur kegiatan-kegiatan melalui orang lain sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang tidak mungkin dilaksanakan satu orang saja.[3]
2.      Kadarman juga mengartikan bahwa manajemen adalah suatu rentetan langakh yang terpadu yang mengembangkan satu organisasi sebagai suatu sistem yang bersifat sosio ekonomi –teknik.[4]
3.      Sodang P. Siagin menyatakan bahwa manajemen adalah kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh  suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.[5]
Dari beberapa pengertian manajemen menurut pendapat ahli di atas, kesemuannya lebih mengarah kepada proses pemanfaatan semua sumber daya melalui orang lain dan bekerjsama dengannya. Proses yang dimaksud untuk mencapai tujuan bersama secara efisien dan produktif.
Sementara kalau kita kaitkan dengan pendidikan Islam, bahwa pendidikan islam itu sendiri merupakan suatu proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.
Padahal manajemen pendidikan Islam merupakan proses yang koordinatif, sistematis dan integratif. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengoragnisasian,pengegerakan, sampai pada pengawasan[6]. Dan proses ini selalu di dasari oleh nilai-nilai Islam. Oleh karena itu sistem tesebut mempunyai nilai materil dan spritual.

C.    Problematika Manajemen Kempemimpinan Pendidikan Islam di Madrasah.
Problema-problema kemimpinan sekolah pada hakekatnya kepala sekolah mempunyai keududukan yang fundamental dalam struktur lembaga pendidikan, sebab sosoknya tidak lain, seperti apa yang diungkapkan oleh Robert J Starrat bahwa sebagai pemimpin pembaharuan sekolah, tanpa kinerja kepala sekolah yang mampuni, institusi pendidikan ibarat gerobang kereta api tanpa lokomatif. Tidak akan berjalan sesuai dengan misi rel yang telah ditetapkan.
            Sayangnya, sisitem oligarki kekuasaan terkadang masih tampak dalam manajemen kepemimpinan di Sekolah Islam Swasta. Pihak-pihak otoritatif di lembaga tersebut hanya memberikan kesempatan pada orang dan atau kelompok tertentu saja yang berhak mengisi pos-pos strategis di lingkungan sekolah. Kriteria pemilihan jabatan kepala sekolah tidak didasarkan pada kemampuan menerjemahkan visi institusi, melainkan lebih kepada faktor keturunan, kekerabatan maupun pertemanan. Padahal, progresivitas lembaga pendidikan salah satunya dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah yang visioner.
Selain problem oligarki kekuasaan, kepemimpinan di lembaga pendidikan formal baik Negeri maupun swasta sangat rentan dengan sikap otoritarianisme. Kepala sekolah yang otoriter bersikap sewenang-wenang tanpa melihat situasi serta kondisi. Ia seringkali berlaku tidak adil dalam pengambilan sikap terhadap pendidik, yaitu lebih mengedepankan rasa senang serta tidak senang. Kasus seperti ini pernah menyita perhatian publik saat rombongan guru berunjuk rasa menuntut mundurnya kepala sekolah karena dianggap otoriter dalam setiap kebijakannya
Kegagapan kepala sekolah dalam memimpin para anggotanya menyebabkan madrasah terjadinya konflik. Dari skala paling kecil berupa konflik intrapersonal (misalnya konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi), interpersonal (konflik antar tenaga pendidik dalam satuan pendidikan), skala sedang seperti konflik intragroup (konflik beberapa guru dalam Musyawaah Guru Mata Pelajaran/MGMP), intraorganisasi (konflik antara bidang kurikulum dengan bidang kesiswaan), hingga skala besar seperti konflik interorganisasi (konflik antara pihak sekolah dengan organisasi masyarakat. Ragam perselisihan ini, ketika tidak terkelola dengan baik, akan memicu pertentangan yang lebih luas sehingga berpotensi melemahkan kinerja setiap individu di dalam satuan pendidikan. Iklim kondusif sekolah terganggu akibat budaya intrik dan saling menjatuhkan.
Oleh karena itu, di madrasah membutuhkan kepemimpinan transformasional dari kepala sekolah untuk menyingkirkan berbagai problematika yang terjadi.
D.    Upaya mengatasi probelmatika Kepemimpinan di Madrasah
Untuk  mengatasi problematika kepemimpinan yang terjadi dimadrasah maka perlu upaya perubahan gaya kepemimpinan seperti yang diungkapkan oleh Kartini Kartono mengklasifikasikan kepemimpinan ke dalam delapan tipologi, yaitu:
1.      Tipe karismatis
   Kekuatan kepemimpinan tipe ini terletak pada energi, daya tarik, dan pembawaan yang luar biasa dalam mempengaruhi orang lain sehingga mempunyai banyak pengikut. Pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan sulit dicarikan teorinya untuk menjelaskan mengapa pemimpin tersebut mempunyai karisma yang besar, sebab merupakan karunia Yang mahakuasa.
2.      Tipe paternalistis, yakni kepemimpinan yang kebapak-bapakan dengan sifat-sifat antara lain:
-          Pemimpin menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
-          Pemimpin bersikap terlalu melindungi (overly protective).
-          Pemimpin jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.
-          Pemimpin hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif.
-          Pemimpin tidak memberikan kesempatan pegikutnya untuk berimajinasi menurut kreativitas mereka sendiri.
-          Pemimpin bersikap maha-tahu dan maha-benar.
3.      Tipe militeristis, yaitu kepemimpinan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
-          Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap bawahan.
-          Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
-          Mengedepankan formalitas, upacara-upacara ritual, daan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan.
-          Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahan.
-          Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritik dari bawahan.
-          Komunikasi berlangsung searah.
4.      Tipe otokratis
Sesuai dengan namanya (autos = sendiri; kratos = kekuasaan/kekuatan), kepemimpinan ini mendasarkan pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin otokratis senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal, merajai keadaan, kaku, dan berorientasi pada struktural
5.      Tipe laissez faire, yaitu kepemimpinan yang membiarkan anggota kelompoknya untuk mengambil keputusan sendiri. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan dan pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kelompoknya.
6.      Tipe populistis, yaitu kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat. Pemimpin berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional dan mengusung nilai-nilai nasionalisme.
7.      Tipe administratif/eksekutif
  Tipologi kepemimpinan ini mampu menyelenggarakan tugas-tugas administratif karena pemimpin bertindak sebagai teknokrat dan administratur yang mampu menggerakkan dinamika pembangunan seperti teknologi, industri, manajemen modern, dan perkembangan sosial masyarakat.
8.      Tipe demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Kekuatain tipe kepemimpinan ini bukan terletak pada figur pemimpin, melainkan pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.[7]
      Dari tipologi kepemimpinan di atas, Kartono belum memunculkan tema kepemimpinan transformasional. Padahal, James McGroger Burn di era 1978-an dan dikembangkan oleh Bernard M. Bass pada tahun 1985-an telah mengintrodusir konsep “kepemimpinan transformasional” untuk membedakannya dengan konsepsi “kepemimpinan transaksional”. Kepemimpinan transformasional diadopsi dari Bahasa Inggris yaitu leadership dan to transform. Terminologi pertama diartikan oleh Hersey dan Blanchard sebagai the process of directing and influencing the task related activities of an a group members[8]yang dalam bahasa sederhananya bermakna proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok. Sedangkan terminologi kedua bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda.[9]  Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan.[10] Sudarwan Danim mengartikan kepemimpinan transformasional kepala sekolah sebagai bentuk atau gaya yang diterapkan kepala sekolah dalam mempengaruhi bawahannya (guru, tenaga administrasi, siswa, dan orang tua peserta didik) untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. [11]
E.     Kesimpulan
   Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.
  Salah satu problematika manajemen pendidikan Islam ialah persoalan manajemen kepemimpinan. Di madrasah, tidak jarang kita melihat pihak-pihak otoritatif hanya memberikan kesempatan pada orang dan atau kelompok tertentu saja yang berhak mengisi jabatan kepala sekolah. Kriteria pemilihan tidak didasarkan pada kemampuan menerjemahkan visi institusi, melainkan lebih kepada faktor keturunan, kekerabatan maupun pertemanan.
   Untuk menjawab problem manajemen kepemimpinan di madrasah maka dibutuhkan model kepemimpinan transformasional bagi kepala sekolah yang tercermin dari: kepemilikan sensitivitas terhadap pengembangan organisasi, pengembangan visi bersama antarkomunitas, pendistribusian peran kepemimpinan, pengembangan kultur sekolah, dan melakukan usaha-usaha restrukturisasi di sekolah secara periodik.



DAFTAR PUSTAKA



Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1998)


A.M.Kadarnab dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen,  Buku Panduana Mahasiswa, (Jakarta : Gramdeia Pustaka Utama, 1996) h.19

Sondang P. Siagin,Filsafat Administarasi, (Jakarta : CV.Masagung,1980 )

Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, cet. ke-17 (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 80-86.

Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Belajar; Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran, cet. ke-1 (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003)

Hersey dan Blanchard dalam Sudarwan Danim dan Suparno, Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan: Visi dan Strategi Sukses Era Teknologi, Situasi Krisis, dan Internasionalisasi Pendidikan, cet. ke-1 (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),




[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1998) h. 384
[2] Ibid. h. 371
[3] Ibid,h. 373
[4] A.M.Kadarnab dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen,  Buku Panduana Mahasiswa, (Jakarta : Gramdeia Pustaka Utama, 1996) h.19
[5] Sondang P. Siagin,Filsafat Administarasi, (Jakarta : CV.Masagung,1980 )h.5
[6] Ibid.h.378-384
[7] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, cet. ke-17 (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 80-86.
[8] Hersey dan Blanchard dalam Sudarwan Danim dan Suparno, Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan: Visi dan Strategi Sukses Era Teknologi, Situasi Krisis, dan Internasionalisasi Pendidikan, cet. ke-1 (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 41.
[9] Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Belajar; Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran, cet. ke-1 (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm. 54.
[10] Ibid.
[11] Sudarwan Danim dan Suparno, Manajemen dan Kepemimpinan …, hlm. 50.

0 comments :

About us

Common

Category

FAQ's

Category

FAQ's

© 2011-2014 Guru Sekolah Dasar. Designed by Bloggertheme9. Powered By Blogger | Published By Blogger Templates .