A. PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa
mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, apalagi jika
dibandingkan dengan mutu pendidikan di Negara lain. Hasil survey Political
and Ekonomic Risk Consultancy (PERC) yang dilakukan pada tahun 2000 tentang
mutu pendidikan di kawasan Asia, menempatkan Indonesia pada rangking 12 satu
tingkat dibawah Vietnam.
Disamping itu, menurut laporan
Bank Dunia mengenai mutu peserta didik yang dihasilkan lembaga pendidikan di
Indonesia bahwa ketrampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada tingkat
terendah di Asia Timur setelah Philipina, Thailand, Singapura dan Hongkong.
Berdasarkan penelitian, rata-rata nilai tes siswa SD kelas VI untuk mata
pelajaran bahasa Indonesia, Matematika dan IPA dari tahun ke tahun semakin
menurun. Anak-anak di Indonesia hanya dapat menguasai 30% materi bacaan, bahkan
mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan
penalaran. Data tersebut dipertegas dengan indikator pembangunan manusia yang
salah satu ukurannya adalah tingkat pendidikan yang dikembangkan UNDP (United
Nations Development Programme), data terbaru menempatkan Indonesia berada. pada
posisi sekitar 40% terbawah diantara 174 negara yang dinilai. Rasio untuk
pendidikan dasar mencapai 97 % dan rasio untuk pendidikan menengah 62 % dan
bahkan data terakhir menempatkan Indonesia pada urutan ke-108 dari 177 negara
yang diikutkan (HDI, 2006).
Selain itu, mutu perguruan tinggi
nasional di Indonesia juga sangat rendah yang menempati rangking papan bawah
dibandingkan dengan perguruan tinggi di kawasan Asia. Hasil riset mingguan
Asiaweek (www.cnn.com/AsiaNow/Asiaweek) pada tahun 2000 menempatkan
Universitas Indonesia Jakarta pada urutan 61, Universitas Gajah Mada Yogyakarta
68, Universitas Diponegoro Semarang 73, dan Universitas Airlangga Surabaya 75
dari 77 universitas multidisiplin di Asia, Australia, dan Selandia Baru.
Sedangkan untuk kategori Science dan Technology Schools, Institut
Teknologi Bandung menduduki peringkat 21 dari 39 universitas,Abdul Hadis
(2010). Dalam hal ini juga tidak terlepas mutu lembaga pendidikan Islam
diberbagai jenjang pendidikan mengalami penurunan. Utamanya terhadap supervisi,
pengelolaan pendidikan yang sebagian besar masih konvensional sangat
mempengaruhi mutu pendidikan, yaitu lembaga pendidikan menghasilkan pebelajar
dengan hasil belajar yang baik, hasil belajar yang biasa dan hasil
belajar tergolong kurang baik. Kalau kita telaah keberadaan lembaga
pendidikan di Indonesia baik dibawah Dinas Pendidikan maupun Kemenag mengalami
penurunan mutu disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah: pertama supervisi
pendidikan tidak dilaksanakan secara profesional, terkendala pemahaman dan
pelaksanaan supervisi yang masih kaku dan sebatas formalitas, yaitu masih ada
jarak antara supervisor dengan guru. Kedua, belum optimalnya kegiatan
pembelajaran karena terkendala keterbatasan sarana dan prasarana terutama di
lembaga pendidikan yang terletak di daerah, khususnya daerah terpencil. Ketiga,
Keberadaan data nasional yang diperoleh dari hasil Ujian Nasional, tidak
sepenuhnya di dapat melalui proses ujian nasional yang penuh kejujuran.
B. PENGERTIAN SUPERVISI
PENDIDIKAN
Kata supervisi berasal dari bahasa
Inggris “supervision” yang terdiri dari dua kata “super” dan “vision”.
Super berarti atas atau lebih, sedangkan vision berarti melihat
atau meninjau. Oleh karena itu, secara etimologi supervisi adalah melihat dan
meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak
atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawahan, E, Mulyasa
(2011:239)
Supervisi adalah suatu aktivitas
pembinaan yang direncanakan untuk membantu guru dan pegawai sekolah lainnya
dalam melakukan pekerjaan mereka secara efekti,M. Ngalim Purwanto(2009:76)
Terdapat beberapa istilah yang
hampir sama dengan supervisi, bahkan dalam pelaksanaannya istilah-istilah
tersebut sering digunakan secara bergantian. Istilah-istilah tersebut, antara
lain, pengawasan, pemeriksaan, dan inspeksi. Pengawasan mengandung arti suatu kegiatan
untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan.
Pemeriksaan dimaksudkan untuk melihat bagaimana kegiatan yang dilaksanakan
telah mencapai tujuan. Inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan
kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan. Oleh
karena itu, deskripsi istilah-istilah diatas identik dengan supervisi sehingga
wajar kalau dalam penggunaannya sering dipertukarkan. Kalau kita telaah, dalam
pemakaiannya secara umum supervisi diberi arti sama dengan direktur, dan
manajer. Dalam bahasa umum ini ada kecondongan untuk membatasi pemakaian
istilah supervision pada orang-orang yang berada dalam kedudukan yang lebih
bawah dalam hirarki manajemen. Istilah-istilah umum bagi kedudukan ini selain
dari supervisor adalah foremen dan supertendent, yang dinegara
kita disebut “mandor” pengawas, “opsiner”, dan “opseter”.
Merekalah yang bertanggung jawab secara langsung dan bertatap muka tentang
kegiatan-kegiatan dari hari ke hari sekelompok pegawai bawahan. Fungsi-fungsi
mereka meliputi penugasan dan pembagian pekerjaan, pemeriksaan efisiensi dari
proses, metode dan tehnik yang digunakan, pengadaan alat perlengkapan yang
diperlukan. Seorang supervisor juga sering diberi kekuasaan untuk mengangkat,
memberhentikan atau memindahkan pekerja, dan untuk melakukan tindakan-tindakan
lain selaku seorang manajer.
Kemudian, konsep supervisi modern
dirumuskan oleh Kimball Wiles (1967) sebagai berikut : “Supervision is
assistance in the devolepment of a better teaching learning situation”.
Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih
baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi
keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique, method,
teacher, student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya
diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian
layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran,Jerry Mangkawimbang (2011: 34). Istilah supervisi
pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul (etimologi), bentuk
perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu (
semantik).
a.
Etimologi
Istilah supervisi diambil dalam perkataan
bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang
yang melakukan supervisi disebut supervisor.
b.
Morfologis
Supervisi dapat dijelaskan menurut bentuk
perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata. Super berarti atas,
lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor memang
mempunyai posisi diatas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang yang
disupervisinya.
c.
Semantik
Pada hakikatnya isi yang terkandung dalam
definisi yang rumusanya tentang sesuatu tergantung dari orang yang
mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai
bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey
merumuskan supervisi sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses
belajar mengajar. Sedangkan Depdiknas (1994) merumuskan supervisi sebagai
berikut : “ Pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka
dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang
lebih baik”.
Dengan demikian, supervisi ditujukan
kepada penciptaan atau pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
Untuk itu ada dua hal (aspek) yang perlu diperhatikan. Pertama, Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar, yang kedua, Hal-hal yang menunjang kegiatan belajar
mengajar
Karena aspek utama adalah guru, maka
layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar.
Untuk itu guru harus memiliki yakni : 1) kemampuan personal, 2) kemampuan profesional
3) kemampuan sosial, Depdiknas(1997:47)
Berangkat dari uraian diatas dapat ditarik benang merah, yang dimaksud
dengan supervisi pendidikan adalah bimbingan profesional bagi guru-guru.
Bimbingan profesional yang dimaksudkan adalah segala usaha yang memberikan
kesempatan bagi guru-guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka
lebih maju lagi dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu memperbaiki dan meningkatkan
proses belajar siswa, Depdiknas (1997)
C. PENGERTIAN MUTU PENDIDIKAN
ISLAM
Menurut Juran dalam Hadis dan
Nurhayati (2010:84) mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness
for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan
pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama, yaitu (1) teknologi
yaitu kekuatan, (2) psikologis, yaitu citra rasa atau status, (3) waktu, yaitu
kehandalan, (4) kontraktual, yaitu ada jaminan, (5) etika, yaitu sopan santun.
Menurut Crosby mutu adalah conformance
to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.
Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang
telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi,
dan produk jadi. Menurut Deming(1982:176) mutu adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu adalah perusahaan yang
menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan
konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa
puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan tersebut baik
berupa barang maupun jasa.
Menurut Garvi dan Davis (1994)
dalam Hadis dan Nurhayati(2010 ;86)mutu adalah suatu kondisi dinamik yang
berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses, tugas serta lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu produk
tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan ketrampilan tenaga kerja,
proses produksi, dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk
dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen.
Dari
beberapa pendapat pakar mutu diatas dapat diambil benang merah, bahwa
pengertian mutu pendidikan dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik
menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan,
pengertian mutu mencakup input, proses, dan out put
pendidikan,Depdiknas(2001:5). Mengenai input pendidikan adalah segala sesuatu
yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang
dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai
pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya
manusia (kepala sekolah/madrasah, guru/ustadz termasuk guru BP, karyawan, dan
siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan
sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi
sekolah/madrasah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, dan
program. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran
yang ingin dicapai oleh sekolah/madrasah. Kesiapan input sangat diperlukan agar
proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu
input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi kesiapan input,
makin tinggi pula mutu input tersebut.
Selanjutnya adalah proses
pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang
berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari
hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (tingkat
sekolah/madrasah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar
mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses
belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan
proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi
apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah
(guru/ustadz, siswa/santri, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya)
dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat
belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan
mengandung arti bahwa peserta didik/santri tidak sekedar menguasai pengetahuan
yang diajarkan oleh gurunya atau ustadznya, akan tetapi pengetahuan tersebut
juga telah menjadi muatan nurani peserta didik/santri, dihayati, diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari, dan yang penting lagi peserta didik/santri
tersebut mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya). Kemudian
berikutnya output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah/madrasah. Kinerja
sekolah/madrasah adalah prestasi sekolah/madrasah yang dihasilkan dari
proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah/madrasah dapat diukur dari kualitasnya,
efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan
kerjanya, dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output
sekolah/madrasah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah/madrasah dikatakan
berkwalitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah/madrasah, khususnya
prestasi siswa/santri, menunjukan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi
akademik berupa ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah, lomba-lomba
akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran,
kesopanan, olahraga, kesenian, ketrampilan, dan kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah/madrasah dipengaruhi oleh banyak tahapan
kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya supervisi,
perencanaan, pelaksanaan, E Mulyasa (2011:158)
Dari uraian diatas dapat dipertegas,
bahwa supervisi termasuk bagian terpenting yang berperan dalam peningkatan mutu
pendidikan Islam, karena bersentuhan langsung dengan kondisi dilapangan baik
yang berhubungan dengan input, proses maupun output pendidikan.
D. PRINSIP-PRINSIP SUPERVISI
PENDIDIKAN ISLAM
Secara sederhana prinsip-prinsip
supervisi pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Supervisi hendaknya bersifat
konstruktif dan kreatif, yaitu pada yang dibimbing dan diawasi harus dapat menimbulkan dorongan
untuk bekerja.
b. Supervisi didasarkan atas
keadaan dan kenyataan yang sebenar-benarnya (realistis, mudah dilaksanakan).
c. Supervisi harus sederhana dan
informal pelaksanaannya.
d. Supervisi harus dapat memberikan
perasaan aman pada guru-guru/ustadz dan pegawai-pegawai sekolah/madrasah yang
di supervisi.
e. Supervisi harus didasarkan
atas hubungan profesional, bukan atas dasar hubungan pribadi
f. Supervisi harus selalu
memperhitungkan kesanggupan, sikap, dan mungkin prasangka guru-guru dan pegawai
sekolah/madrasah.
g. Supervisi tidak bersifat
mendesak (otoriter) karena dapat menimbulkan perasaan gelisah atau bahkan
antipati dari guru-guru/ustadz.
h. Supervisi tidak boleh
didasarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan, atau kekuasaan pribadi.
i. Supervisi tidak bersifat
mencari-cari kesalahan dan kekurangan. Ingat bahwa supervisi berbeda dengan
inspeksi!
j. Supervisi tidak dapat terlalu
cepat mengharapkan hasil, dan tidak boleh lekas merasa kecewa.
k.
Supervisi hendaknya bersifat preventif, korektif, dan kooperatif. Preventif
berarti berusaha mencegah jangan sampai timbul hal-hal negatif;
mengusahakan/memenuhi syarat-syarat sebelum terjadinya sesuatu yang tidak
diharapkan. Korektif berarti memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah
diperbuat. Kooperatif berarti bahwa mencari kesalahan-kesalahan atau
kekurangan-kekurangan dan usaha memperbaikinya dilakukan bersama-sama oleh
supervisor dan orang-orang yang diawasi.
Itulah prinsip-prinsip supervisi
pendidikan Islam kalau dijalankan dengan profesional tentu akan meningkatkan
mutu pendidikan Islam. Jika hal-hal tersebut diatas diperhatikan dan
benar-benar dilaksanakan oleh pengawas, kepala sekolah/madrasah, kiranya dapat
diharapkan setiap sekolah/madrasah akan berangsur-angsur maju dan berkembang
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan sekolah/madrasah. Namun, kesanggupan
dan kemampuan kepala sekolah/madrasah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya supervisi atau cepat
lambatnya hasil supervisi itu, antara lain:
a. Lingkungan masyarakat tempat
sekolah/madrasah berada. Apakah sekolah/madrasah
itu di kota besar, di kota kecil, atau dipelosok. Di lingkungan masyarakat
orang-orang kaya atau dilingkungan masyarakat kurang mampu. Di lingkungan
masyarakat intelek, pedagang, petani, dan lain-lain.
b. Besar-kecilnya sekolah/madrasah
yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah/madrasah. Apakah sekolah/madrasah
itu merupakan sekolah/madrasah yang besar, banyak jumlah guru/ustadz,
murid/santrinya, memiliki halaman dan tanah yang luas, atau sebaliknya.
c. Tingkatan dan jenis
sekolah/madrasah. Apakah sekolah/madrasah yang dipimpin itu MI/SD, MTs/SMP,
MA/SMA, dan SMK, semuanya memerlukan sikap dan sifat supervisi tertentu.
d. Keadaan guru/ustadz dan pegawai
yang tersedia. Apakah guru-guru/ustadz di sekolah/madrasah itu pada umumnya sudah
berwewenang, bagaimana kehidupan sosial-ekonomi, hasrat kemampuannya, dsb.
e.
Kecakapan
dan keahlian kepala sekolah/madrasah itu sendiri
Itulah
diantara faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan supervisi yang
dilaksanakan. Kalau supervisor dalam hal ini kepala sekolah/madrasah tanggap
dan cepat mengambil tindakan akan mempengaruhi keberhasilan supervisi dalam
peningkatan mutu pendidikan Islam
E.
PERAN SUPERVISI DALAM MENINGKATKAN MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN ISLAM
Peran supervisi adalah
keikutsertaan atau kiprah seseorang dalam suatu hal (menyangkut potensi yang
dimiliki), kaitannya dalam hal ini adalah peran supervisor adalah orang yang
memiliki profesi atau pembinaan dalam bimbingan terhadap perbaikan mutu
pendidikan. Pembinaan tersebut diberikan kepada seluruh staf sekolah/madrasah
agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar
mengajar yang lebih baik.
Peran adalah aspek dinamis yang
melekat pada posisi atau status seseorang di dalam suatu organisasi seperti
yang dinyatakan oleh Lipham & Hoeh (1974), “We indicate that a role is a
dynamic aspect of position, office, or status in institution”. Karena peran
bersifat dinamis, maka ia berkembang terus sesuai dengan tuntutan kebutuhan
organisasi (termasuk di dalamnya lembaga pendidikan Islam). Peran supervisor menurut
Wiles & Bondi (2007) “ The role of the supervisor is to help teachers
and other education leaders understand issues and make wise decision affecting
student education. Bertitik tolak dari pendapat Wiles & Bondi tersebut,
maka peran supervisor adalah membantu guru-guru dan pemimpin-pemimpin
pendidikan untuk memahami isu-isu dan membuat keputusan yang bijak yang
mempengaruhi pendidikan siswa. Untuk membantu guru dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya serta meningkatkan prestasi belajar siswa, Jerry
Makawimbang (2001:79) Adapun peran umum supervisor adalah sebagaimana berikut:
a. Observer (pemantau)
b. Supervisor (penyelia)
c. Evaluator (pengevaluasi) pelaporan, dan
d. Successor (penindak
lanjut hasil pengawasan).
Dalam praktiknya, orang sering
menyamakan antara arti pengevaluasian dengan penilaian. Padahal, arti
pengevaluasian berbeda dengan penilaian. Pengevaluasian pendidikan ialah
kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan
penilaian proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian
hasil belajar siswai. Peran supervisi meliputi: (1) supervisi akademik, (2)
supervisi manajerial. Kedua supervisi harus dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan oleh pengawas sekolah/madrasah. Dalam melaksanakan supervisi
akademik, supervisor hendaknya memiliki peran khusus sebagai:
a. Partner (mitra) guru dalam
meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan bimbingan di
sekolah/madrasah binaannya.
b. Innovator dan pelopor dalam
mengembangkan inovasi pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya.
c. Konsultan pendidikan dan
pembelajaran di sekolah/madrasah binaannya.
d. Konselor bagi guru dan seluruh
tenaga kependidikan di sekolah/madrasah.
e.
Motivator untuk meningkatkan kinerja guru dan semua tenaga kependidikan di
sekolah/madrasah.
Dalam melaksanakan supervisi manajerial,
pengawas sekolah/madrasah memiliki peranan khusus sebagai:
a.
Konseptor
yaitu menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervise dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah/madrasah.
b. Programer yaitu menyusun program
kepengawasan berdasarkan visi, misi,
tujuan, dan program pendidikan di sekolah/madrasah.
c. Komposer yaitu menyusun metode
kerja dan instrument kepengawasan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas
pokok dan fungsi pengawas di sekolah/madrasah.
d. Reporter yaitu melaporkan
hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program
pengawasan berikutnya di sekolah/madrasah.
e.
Builder,
yaitu:
1).
Membina kepala sekolah/madrasah dalam pengelolaan (manajemen) dan administrasi
sekolah/madrasah berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan
sekolah/madrasah.
2).
Membina guru dan kepala sekolah/madrasah dalam melaksanakan bimbingan konseling
di sekolah/madrasah, yaitu:
a).
Supporter yaitu mendorong guru dan kepala sekolah/madrasah dalam merefleksikan
hasil-hasil yang dicapai untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam
melaksanakan tugas pokoknya di sekolah/madrasah.
b).
Observer yaitu memantau pelaksanaan standard nasional pendidikan di sekolah/madrasah.
c). User yaitu memanfaatkan hasil-hasil
pemantauan untuk membantu kepala sekolah/madrasah dalam menyiapkan akreditasi
sekolah/madrasah.
Uraian diatas, memaparkan tentang peran
supervisi pendidikan tentu didalamnya ada supervisor (pengawas, kepala sekolah)
dalam melaksanakan supervisi pendidikan di sekolah. Peran supervisi tersebut
kalau dilaksanakan dengan profesional dan prosedural akan meningkatkan mutu
pendidikan Islam yaitu, diantaranya menhasilkan pebelajar dengan hasil belajar
yang baik. Kalau tidak dilaksanakan dengan baik, akan menghasilkan pebelajar
yang biasa dan bahkan menghasilkan pebelajar yang kurang baik. Mengingat, mutu
pendidikan Islam juga mengalami penurunan. Dari sinilah diperlukan peran supervisi
pendidikan Islam yang profesional agar mutu pendidikan dapat diraih. Kita harus
mampu menunjukan pada masyarakat bahwa lembaga pendidikan Islam merupakan
lembaga pendidikan yang baik berdasarkan bukti-bukti riil, baru kita menunjukan
kepada publik. Lembaga pendidikan Islam harus mampu menjadikan anak yang
asalnya lambat menjadi anak yang pandai melalui berbagai terobosan strategis.
Dengan
demikian, manajer (kepala sekolah/madrasah) harus mampu berkosentrasi dan
mensupervisi pada upaya menjadikan input yang baik melalui proses yang sangat
baik untuk menghasilkan output yang unggul/istimewa: input yang sedang melalui
proses yang istimewa menghasilkan output yang baik sekali; dan input yang
rendah melalui proses
Bila kepala sekolah/madrasah, pimpinan
perguruan tinggi Islam, maupun kyai pesantren mampu mewujudkan perubahan pada
pebelajar yaitu peserta didik/santri/mahasiswa dari baik menjadi istimewa, dari
sedang menjadi baik sekali, dan dari rendah menjadi baik, maka mereka telah
mampu menghadirkan pendidikan yang sejati. Mereka merupakan para “pahlawan”
pendidikan. Sebab, jati diri pendidikan sesungguhnya terletak pada kemampuan
mengubah kondisi peserta didik/santri/mahasiswa menjadi lebih baik lagi.
Berdasar uraian tersebut peranan supervisi pendidikan sangat penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan Islam, yaitu kepala sekolah/madrasah mampu
memperankan supervisi pendidikan secara profesional.
F.
TIPS DAN TRIK SUPERVISI DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Terdapat beberapa tips dan trik yang
harus dilakukan oleh supervisor atau kepala sekolah/madrasah dalam melaksanakan
supervisi di sekolah/madrasah, yaitu:
a. Membangun Kesadaran
Setiap ustadz/guru dan staf
sekolah/madrasah lainnya harus menyadari tugas dan fungsinya masing-masing;
bahwa mereka memiliki peran penting dalam mengembangkan pribadi-pribadi peserta
didik/santri. Harus disadari bahwa pengembangan pribadi peserta didik/santri
ini merupakan suatu proses penyiapan generasi bangsa, sehingga bangsa ini
menjadi bangsa yang bermartabat, yang bisa bersaing, bersanding, bahkan
bertanding dengan negara-negara lain.
b. Meningkatkan Pemahaman
Setelah
setiap ustadz/guru memiliki kesadaran yang tinggi terhadap tugas dan fungsinya
masing-masing, langkah berikutnya adalah meningkatkan pemahaman mereka agar
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut dengan baik dan efektif.
Melalui pemahaman yang baik akan sangat membantu ustadz/guru dalam
mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai dengan bidangnya
masing-masing.
c. Kepedulian
Tips dan trik berikutnya dalam
menghadapi supervisi pendidikan adalah menumbuhkan kepedulian dikalangan
ustadz/guru dan staf lainnya, sehingga mereka peduli terhadap peserta
didik/santri dan lingkungannya. Kepedulian diharapkan akan menumbuhkan sikap
positif di kalangan ustadz/guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
d. Komitmen
Tips keempat yang harus dilakukan
ustadz/guru dan staf lainnya dalam menghadapi supervisi pendidikan adalah
menumbuhkan komitmen yang tinggi dalam diri kita sebagai ustadz/guru, sehingga
memiliki rasa aman, nyaman, dan menyenangkan dalam mengemban tugas dan
fungsinya. Komitmen ini merupakan janji yang tinggi bahwa seseorang akan
mengabdi diri dalam dunia pendidikan dengan sungguh-sungguh dalam keadaan
(situasi dan kondisi) apapun.
Uraian diatas adalah tips dan trik
dalam melaksanakan supervisi pendidikan, supervisor (pengawas, kepala
sekolah/madrasah) harus mempunyai tips dan trik yang tepat agar pelaksanaan
supervisi pendidikan dapat berjalan optimal sehingga peningkatan mutu
pendidikan Islam dapat terwujud.
G. KESIMPULAN
Permasalahan mutu dalam manajemen pendidikan
Islam merupakan permasalahan yang paling serius dan paling kompleks. Rata-rata,
lembaga pendidikan Islam belum ada yang berhasil merealisasikan mutu
pendidikannya. Padahal mutu pendidikan itu menjadi cita-cita bersama seluruh
pemikir dan praktisi pendidikan Islam, bahkan telah diupayakan melalui berbagai
cara, supervisi, metode, pendekatan, strategi, dan kebijakan.
Dalam rangka untuk meningkatkan
mutu pendidikan Islam masalah mutu harus menjadi perhatian utama semua pihak,
agar lembaga pendidikan Islam dapat eksis dan solid serta hidup berkelanjutan
dalam era global. Tuntutan terhadap mutu oleh para pengelola lembaga pendidikan
Islam(kyai, kepala sekolah/madrasah, ustadz, guru, karyawan) dan pengguna
(orang tua, masyarakat) merupakan suatu semangat yang besar dan kebanggaan.
Masalah mutu dalam lembaga pendidikan Islam merupakan kebutuhan yang harus
disampaikan dan dirasakan oleh para santri, siswa, guru, ustadz, orang tua, dan
masyarakat.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan
Islam peran supervisi pendidikan tidak boleh diabaikan. Sebab supervisi
merupakan hal yang signifikan dalam mewujudkan mutu tersebut. Supervisor
(pengawas, kepala sekolah/madrasah) harus mempunyai kepiawaian dan keseriusan
dalam mensupervisi lembaga pendidikan Islam dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan Islam. Diantaranya supervisor menerapkan prinsip-prinsip supervisi,
memperankan supervisi, dan menggunakan trik dan tips supervisi pendidikan
secara profesional. Disamping itu, kyai, kepala sekolah/madrasah, ustadz/guru,
karyawan sekolah/madrasah berusaha keras mewujudkan perubahan pada pebelajar
yaitu peserta didik/santri/mahasiswa dari baik menjadi istimewa, dari sedang
menjadi baik sekali, dan dari rendah menjadi baik. Wallahu’alamu bissawab.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, Petunjuk Pengelolaan
Adminstrasi Sekolah Dasar, Jakarta: Depdiknas, 1997
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah, (Buku 1). Jakarta: Depdiknas, 2001
Hadis, Abdul, Nurhayati, Manajemen
Mutu Pendidikan, Bandung: ALFABETA, 2010
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Pers, 2005
Makawimbang, Jerry H, Supervisi dan
Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: ALFABETA, 2011
Mulyasa, E, Manajemen
& Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Purwanto, M. Ngalim, Administrasi dan supervisi Pendidikan,
Cet. Xix, Bandung: Rosdakarya, 2009)
0 comments :