Friday, October 19, 2018

PENDIDIKAN KARKATER PADA MASA KEJAYAAN BANI ABASIYYAH

OKE MHD AMIN     October 19, 2018    





PENDIDIKAN KARAKTER PADA MASA

KEJAYAAN BANI ABBASIYYAH

Oleh : Muhammad Amin






A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa Setiap masa ada pemimpin, dan setiap pemimpin ada yang dipimpinya, menjadi pemimpin adalah suatu amanah untuk mengembangkan tugas yang mulia, dalam mengembangkan tugas mulia, haruslah di landasi dengan nilai-nilai karakter yang baik, sehingga dengan nilai karater yang baik nantinya akan menciptakan hubungan dengan sang penncipta, manusia maupun dengan lingkungan sekitarnya menjadi baik.

Maka kita selaku khalifah di muka bumi ini tidak boleh melakukan kerusakan dan kita dituntut untuk menjaga dan memelihara kelestariannya, sifat-sifat yang buruk yang menjadi penyebab kerusakan tata hubungan antara manusia seperti pertumpahan darah maupun kerusakan alam harus dijauhi sebagaimana Allah Berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 30 :















Artinya :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".[1]

Dari ayat di atas, jelaslah bagi kita bahwa menjadi pemimpin haruslah berlandaskan nilai-nilai karkater yang baik, sementara setiap pemimpin memiliki karakter dengan kemepimpinan yang berbeda pula. Karkater dari pada pemimpin sebahagian ada yang bisa kita teladani, dan adapula karakter yang tidak bisa kita teladani. Karakter itu sendiri menurut Hurlock mengatakan bahwa karater adalah “mengimplikasikan sebuah standar moral dan melibatkan sebuah pertimbangan nilai”.[2]

Sementara menurut Greik, seperti yang dikuti Zubaidi juga mengemukakan defenisi karakter yaitu “suatu bentuk tabiat pada diri manusia yang melekat dan bersifat tetap, dan menjadi tanda – tanda yang khusus sebagai pembeda orang yang satu dengan yang lainnya”.[3]

Jika kita lihat dari pengertian para pendapat ahli di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan bahwa karakter sesuatu tabiat, tingkah laku dengan nilai-nilai moral untuk ditumbuhkan dalam kepribadian manusia dan terimplementasi dalam tingkah laku, sehingga bisa menjadi pembeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Sementara jika kita hubungkan pendidikan dengan karakter, Lickona menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai -nilai etika yang inti.[4]

Gaffar, mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah transformasi nilai – nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam prilaku kehidupan orang itu.[5]

Dari pendapat para ahli di atsa maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan karakter merupakan transformasi nilai-nilai karakter kepada diri seseorang agar ia mampu memahami, dan mampu mengimplementasikannya melalui tingkah laku.

Nah, sekarang kita akan tinjau karkater dari para khalifah yang tercatat dalam Sejarah Peradaban Islam, sejak mulai dari Rasulullah yang terkenal dengan karkter keteladanannya yang luar biasa dan mampu mengubah peradaban Bangsa Arab dari Jahiliyah menjadi Perabadaban Islamiah, kemudian sehilangnya Rasul diteruskan oleh ke empat para sahabatnya, yang juga memiliki karater yang berbeda-beda mulai dari Abu Bakar Ash Shiddiq yang terkenal dengan kelembutannya, umar bin Khattab terkenal dengan kekuatannya, Ustman bin Affan juga terkenal dengan dermawannya dan Ali bin Abi Thalib terkenal dengan kecerdasan dan kekuatannya. Disamping itu, karakter relegius yang dimiliki dari ke empat sahabat nabi semuanya luara biasa, karakter relegius ini dapat kita lihat keberanianya memperjuangkan agama Islam dalam bentuk berbagai perperangan yang terjadi kala itu. Dan sehilangnnya para sahabat, sistem kepemimpinan berubah dengan khalifah menjadi dinasti (kerajaan) yaitu dinasti umayyah, setelah itu dinasti umayyah berakhir maka dilanjutkan lagi oleh dinasti Abbasiyyah.

Pada Dinasti Abbasiyyah merupakan pemerintahan kerajaan yang dibentuk setelah dinasti umayyah, sebelumnya sejarah mencatat bahwa pada Dinasti umayyah telah mengubah sistem pengangkatan kehalifahan menjadi dinasti (kerajaan), perubahan menjadi dinasti mengakibatkan pengangkatan khalifah menjadi tidak professional atau tidak memiliki kompetensi seperti ketika pengakatan khalifah Al-walid menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat, padahal Kekhalifan Al-Walid memliki karakter yang dermawan kepada rakyatnya, ia suka membantu dan memberikan kemudahan kepada rakyatnya yang sakit dan menderita cacat, dan ia juga mudah memberikan harta kepada orang yang miskin, tapi sifat darmawannya tidak mampu menghilangkan kebencian rakyatnya, karena Kepemimpinannya dinilai telah banyak melanggar aturan-aturan Allah, kehidupan pribadi Al-Walid tidak bisa mencerminkan bagaimana kehidupan seorang khalifah seharusnya, ia senang menumbar sahwat, minum-minuman keras, pesta pora serta mengoda wanita menjadi kesehariannya. Al Walid juga menangkap orang yang dinilai berbahaya menganggu kekuasaannya termasuk diantaranya sulaiman bin hisyam anak pamannya yang terkenal manshur sebagai jendral pada perang umayyah dan setelah kemunduran dinasti umayyah maka berganti menjadi bani Abasiyyah.



B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Situasi Politik, Sosial, dan Keagamaan bani Abbasiyyah

2. Bagaimana bentuk Pemikiran/Kebijakan tentang Pendidikan Karakter pada masa bani Abbasiyah

3. Bagaiamana Kaitan Pendidikan Karkater dengan Kemunduran bani Abbasiyyah



C. Dinasti Abbasiyyah

1. Situasi Politik, Sosial dan Keagamaan Bani Abbasiyyah

Dinasti Abbasiyyah dalam sejarah Islam terkenal dengan dinasti-dinasti yang terpanjang dibandingkan dengan dinasti-dinasti lainnya yaitu berkisar antara 750-1258 M sekitar kurang lebih lima ratus tahun. Pasa masa ini Islam mencapai puncak kejayaan dari segala bidang.

Pada pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang

Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun ar-Rashid (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun Ar-Rashid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Al-Ma'mun, pengganti Harun ar-Rashid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli, Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Para ilmuan pada masa Daulah Abbasiyah melakukan kajian-kajian keilmuan dengan cara menerjemahksan kitab-kitab dari Yunani dan mempelajarinya. Dengan cara seperti itulah ilmu pengetahuan pada masa itu dapat berkembang pesat. Permulaan lahirnya ilmu pengetahuan sebenarnya telah lahir pada masa-masa sebelum dinasti Abbasiyah yang lebih tepatnya pada masa Yunani kuno, akan tetapi keilmuan-keilmuan ini berkembang pesat pada masa Daulah Abbasiyah. Jika telusuri sebenarnya ilmu telah ada pada permulaan manusia atau labih tepatnya pada zaman manusia purba. Pada masa ini manusia telah menemukan Besi, tembaga, dan perak untuk berbagai peralatan. Baru setelah itu muncul keilmuan di Yunani[6]

Dengan mempelajari kitab-kitab Yunani Daulah Abbasiyah dapat membangun peradaban Islam yang agung dan membawa Islam mencapai masa keemasan khususnya bidang keilmuan, akan tetapi imperium ini runtuh pada awal abad ke-13 setelah terjadi perang antar saudara yang berlarut-larut, dan banyak pemberontakan yang terjadi. Dilihat dari perjalanan sejarah antara bani Abbas dengan Bani Umaiyah ternyata Bani Abbas lebih banyak melakukan perbuatan-perbuatan terutama dalam hal perubahan. Pergantian Daulah dari Daulah Umaiyah ke Daulah Abbasiyah bukan hanya berganti dalam hal kepemimipinan akan tetapi juga merubah dalam banyak hal, daulah Abbasiyah mampu menoreh Dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbas merupakan musim pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan.

Pada permulaan Daulah Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran berkembang pesat di seluruh negara Islam sehingga lahirlah sekolah-sekolah yang tersebar di kota-kota sampai desa.



2. Bentuk Pemikiran/Kebijakan tentang Pendidikan Karakter pada masa bani Abbasiyah

Sebelum kita menguraikan bagaimana bentuk kebijkan pendidikan karkater pada masa kekhalifahan bani abbasiyyah, terlebih dahulu penulis akan menguraikan terlebih dahulu konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris kita sering kita dengan policy . dalam kamus besar bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan- kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.[7]

Dari pendapat di atas jika kita simpulkan bahwa kebijakan merupakan rangkaian konsep terstruktur yang diusulkan dari seseorang,kelompok pemerintahan terhadap suatu masalah untuk mencapai suatu tujuan. Jika kita hubungkan bagaimana bentuk kebijakan pendidikan karakter pada masa bani Abbasiyyah tentu memiliki berbagai bentuk pendidikan karkater yang dapat kita jadikan teladan. Karena pemerintahan bani Abasiyyah tercatat dalam sejarahnya termasuk pemerintahan yang paling lama memerintah, sehingga Ahli Sejarawan membagi Pemerintahan bani Abbasiyyah ke dalam 3 periode, yaitu : Periode Pertama ( 750 M – 847 M), periode Kedua ( 847 M – 1194 M ) dan periode ketiga (1194 M – 1258 M).

1. Periode pertama (750 M – 847 M)

Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut :

a. Abul Abbas as-saffah (750-754 M)

b. Abu Ja’far al mansyur (754 – 775 M)

c. Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)

d. Abu Musa Al-Hadi (785—786 M)

e. Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)

f. Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)

g. Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833 M)

h. Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842 M)

i. Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)

j. Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861)



Sosok Abdul Abbas As-saffah ini, terkenal dengan orang yang pemberani sesuai dengan julukan al-saffah (penumpah darah), disamping itu karakter abdul abbas as-saffah juga terkenal sosok seorang yang dermawan, hal ini dibuktikan ia menambah gaji penduduk kufah sebanyak 100 dirham.

Disamping Karakter baik yang dimiliki oleh Abdul Abbas As-Saffah, juga memiliki karakter yang tidak baik seperti sifat pedendam, hal ini terbukti ia tak segan-segan membantai bani umayyah yang berjumlah 90 orang ketika menghadiri jamuan makan malam bersamanya.

Disamping itu juga sistem pemerintahan politik kekuasaannya masih tidak berubah mengikuti sistem umayyah yaitu monarchi, yakni kekhalifahan berputar kepada keluarga elite saja, lewat wasiat penunjukkan khalifah sebelumnya.

Abdul Abbas as-saffah lahir 108 Hijriyah, ia meninggal karena penyakit yang dideritanya dalam usia 33 tahun di kota hasyimiyah, memangku jabatan selama 4 tahun dan sebelum ia meninggal dunia, ia sempat menunjuk saudaranya abu ja’far al-Mansyur sebagai pegantinya.

Pada masa Abu Ja’far al mansyur khalifah kedua bani abbasiyah, lahir di Hamimah tahun 101 H, ia menjabat sebagai khalifah selama 22 tahun, dan ia meninggal 7 zulhijah tahun 775 M dalam usia 57 tahun. ia dinobatkan sebagai putra mahkota dari kakaknya. Karakter pada abu ja’afar al mansyur ini terkenal dengan orang yang kuat,tegas, pemberani, cerdas, bijaksana dan pemberani disamping itu kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan sehingga pada waktu itu menjadi pilar pengembangan perabadan Islam pada masanya. Kebijakan di bidang pemerintahan, ia mampu membenahi administrasi pemerintahan dan kebijakan politik, dan ia menjadi wazir sebagai koordinator kementerian, dan ia juga membentuk lembaga protokoler Negara, sekretaris Negara dan kepolisian Negara disampig membenahi angkatan bersenjata, Dia menunjuk Muhammad bin Abd Al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan Pos yang sudah ada sejak masa Dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya, terutama untuk menghimpun seluh Informasi dari daerah agar administrasi kenegaraan berjalan dengan lancar, Sekaligus menjadi pusat Informasi khalifah untuk mengontrol para gubernurnya.

Pada masa Al-Mansur, pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Kufah. Ia mendirikan Istana baru dengan nama Hasyimiyah II. Selanjutnya, untuk lebih menetakan dan menjaga Stabilitas politik, Al-Mansur mencari daerah Strategis untuk djadikan Ibu kota negara. Pilihannya jatuh pada daerah yang sekarang dinamakan Baghdad, terletak di tepian sungai Tigris dan Eufrat. Sejak Zaman persia kuno, kota sudah mnjadi pusat perdagangan yang dikunjungi saudagar dari berbagai penjuru dunia, termasuk pedagang dari cina dan India. Menurut cerita rakyat, daerah ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisrah Anusyirwan, Raja Persia yang tamasyhur. Baghdad ''taman keadilan''.

Bentuklain kebijkan Al-Mansur juga mendirikan sebah perguruan tinggi sebagai gudang pengetahuan yang diberi nama ''Baitul Hikmah''. Usahanya itu telah menjadikan kota Baghdad sebagai kiblat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ia mengajak banyak ulama dan para ahli dari berbagai daeah untuk datang dan tinggal di Baghdad. Dia mendorong pembukuan Ilmu Agama, Seperti Fiqh,Tafsir,Tauhid,Hadis dan Ilmu lain seperti bahasa dan Ilmu Sastra. Pada masanya lahir juga para punjangga, pengarang, dan penerjemah yang hebat, termasuk Ibn Muqqaffak yang menerjemahkan buku Khalilah Wa Dimnah dai bahasa parsi.

Pada Dinasti Abbasiyah seperti halnya dengan Dinasti lain dalam sejarah Islam, mencapai masa kejayaan politik dan intelektual, kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh al-Saffah dan al-Manshur telah mencapai masa keemasan pada khalifah ketiga yaitu, al-Mahdi, dan khalifah kesembilan, al-Watsiq, dan yang lebih khusus lagi pada masa Harun Al-rasyid dan anaknya, al-Ma‟mun.[8] Sejarah menyebutkan bahwa zaman keemasan Baghdad terjadi pada masa kekhalifahan Harun al-Rayid (786-809). Meskipun usianya kurang dari setengah abad, Baghdad pada masa itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan peran internasional yang luar biasa. Baghdad telah menjadi saingan satu-satunya bagi Byzantium. Kejayaannya berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibukotanya. Saat itulah Baghdad menjadi kota yang tiada bandingannya di seluruh dunia[9]

Pada masa Abbasiyah kegiatan pendidikan dan pengajaran mencapai kemajuan yang gemilang. Sebagian khalifah Abbasiyah merupakan orang berpendidikan. Sesungguhnya pada masa akhir dinasti Umayyah kegiatan pendidikan telah tersebar di wilayah muslim. Mayoritas umat muslim mampu membaca, menulis dan mereka juga dapat memahami Al-Quran. Pada masa ini pendidikan tingkat dasar dapat dilakukan di Masjid, Al-Quran merupakan teks wajib.

Pada masa awal Dinasti Abbasiyah, pendidikan dan kebudayaan sangat berpengaruh dalam mendorong lahirnya ilmu dan peradaban muslim yang sejati. Harun Al-rasyid memajukan langkahnya dalam bidang kegiatan pendidikan dan pengetahuan.[10] Dalam sejarah Arab-Islam, masa al-Rasyid adalah masa paling gemilang dan indah, pada masa itu pula negara me miliki wilayah yang sangat luas.

Pada Dinasti Abbasiyah inilah kemajuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan yang begitu pesat, baik dalam ilmu pengetahuan umum seperti filsafat, astronomi, matematika, kedokteran, geografi, sejarah, fisika, kimia,sastra, arsitektur, seni rupa, dan musik. Adapun selain itu, ilmu-ilmu yang mempelajari keislaman pun berkembang pesat seperti ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu kalam, ilmu fikih, dan ilmu tasawuf.

Lembaga pendidikan Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi tingkatannya adalah Bait al-Hikmah (Rumah Kebijakan) yang didirikan oleh al-Ma‟mun (830 M) di Baghdad, ibu kota negara. Selain berfungsi sebagai biro penerjemahan, lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan perpustakaan umum, serta memiliki sebuah obervatorium. Obervatorium-obervatorium yang bermunculan saat itu berfungsi sebagai pusat-pusat pembelajaran astronomi.[11] Selain itu, generasi pertama pemerintahan Bani Abbasiyah yang membangun rumah sakit yang disebut dengan Bimaristan merupakan rumah sakit pertama yang telah didirikan oleh khalifah Harun Al- rasyid[12].

Pribadi dan akhlak Harun Al –rasyid beliau ialah seorang yang suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan. Ia tidak pernah menyia - nyiakan kebaikan orang kepadanya dan tidak pernah menangguh - nangguhkan untuk membalasnya. Beliau merupakan seorang cendikiawan yang memiliki wawasan yang luas, beliau memiliki cita rasa yang tinggi terhadap syair dan ahasa dan menggemari tokoh -tokoh sastra dan fikih, sehingga beliau sangat menghormati dan merendahkan diri kepada alim ulama. Namun Demikian, ia pun sangat mencintai isterinya sehingga kalau ada yang berbuat salah pada isteri dan pembantu -pembantunya maka orang tersebut akan mendapat hukuman.

Perhatian dan penghormatan yang begitu besar dari khalifah Harun Al-rasyid pada ilmu Fikih dan ulama misalnya, dapat dilihat ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid memanggil imam Malik untuk mengajarkan kitab Muwattha’ kepada kedua putranya Al-Amin dan Al-Makmun. Imam Malik dengan tegas menolak dalam suratnya yang dikirim kepada Al-Rasyid : “Amirul Mukminin yang mulia, untuk memperoleh ilmu itu diperlukan usaha. Ilmu akan menjadi akan terhormat jika Anda menghormatinya., tetapi jika Anda merendahkannya, maka ilmu tidak akan ada artinya. Ditegaskan bahwa ilmu itu didatangi dan bukan datang dengan sendirinya. Al-Rasyid tidak marah dengan sindirin Imam Malik tetapi malah menyuruh kedua putranya untuk pergi mengaji bersama banyak orang. Bahkan Al-Rasyid pula yang meminta Abu Yusuf untuk menyusun buku yang mengatur tentang administrasi, keuangan dan masalah-masalah ketatanegaraan sesuai dengan ajaran Islam. Dalam bukunya Al-Kharaj yang dipersembahkan kepada khalifah. Abu Yusuf memberi pesan dalam kata pengantarnya. Tegakkanlah kebenaran, jauhkan diri anda dari memutuskan segala bentuk perkara dengan hawa nafsu dan kemarahan. Pandanglah setiap manusia itu sama, yang dekat ataupun jauh. Saya menasehati Anda ya Amrul Mukminin agar menjaga apa yang diperintahkan Allah dan memelihara amanah-Nya.

Demikian perhatiannya khalifah Harun Al-rasyid fiqih dan fuqaha telah dicatat sejarah sebagai salah satu faktor membantu mengantarkan fiqih menuju puncak kecermelangan. Harun Al-rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya.

Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan. Di antara sifat-sifat khalifah Harun ar-Rasyid yang amat menonjol ialah beliau kadang-kadang diumpamakan sebagai angin ribut yang kencang dan kadang pula sebagai angin yang bertiup sepoi-sepoi basah, beliau lebih mengutamakan akal daripada emosi, kalau marah beliau begitu garang dan menggeletar seluruh tubuh dan kalau memberi nasihat beliau menangis terseduh-seduh.

Pada tahun 800 M / 184 H Baghdad telah menjadi kota metropolitan dan kota utama bagi dunia Islam, yakni sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, pemikiran, dan peradaban Islam, serta pusat perdagangan, ekonomi, dan politik. Di masa pemerintahannya, Harun Al-rasyidmampu :

1. Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.

2. Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.

3. Membangun tempat-tempat peribadatan.

4. Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.

5. Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai

perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.

6. Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah

keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana.





2. Periode Kedua (232 H/847 M - 590 H/1194 M)

Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem sentralistik pada sistem desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom :

a. Kaum Turki (232-590 H)

b. Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)

c. Golongan Bani Saljuq (447-590 H)

Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Khalifah Abbassiyah.






3. Periode ketiga (590 H/1194 M - 656 H/1258 M)

Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan Khalifah, tetapi hanya di baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya. Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :

1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M, sampai meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).

2. Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah al-Mutawakkal (847 M), sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).

3. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai masuk kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).

4. Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad (1055 M), sampai jatuhnya Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako (1268 M).



3. Kaitan Pendidikan Karkater dengan Kemunduran bani Abbasiyyah

Kemunduran Dinasti Abbasiyah Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah. Khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan. faktor-faktor penyebab kemunduran masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di antara nya adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal

1. Persaingan antar Bangsa Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir

2. Kemerosotan Ekonomi Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik Dinasti Abbasiyah. Kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan

3. Konflik Keagamaan Konflik yang melatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara Muslim dan Zindik atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja, tetapi juga antara aliran dalam Islam.

4. Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan Kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin

b. Faktor Eksternal

1. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak

korban.

2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.




SIMPULAN





A. Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa khalifah dinasti abassiyah merupakan dinasti yang terjpanjang dalam sejarah, memerintah dari tahun 750 M s/d 1258 M, berlansung 5 abad. Pemimpin pertama pada masa dinasti Abasiyyah mencapai masa kejayaan politik dan intelektual, kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh al-Saffah dan al-Manshur telah mencapai masa keemasan pada khalifah ketiga yaitu, al-Mahdi, dan khalifah kesembilan, al-Watsiq, dan yang lebih khusus lagi pada masa Harun Al-rasyid dan anaknya, al-Ma‟mun

- Khalifah Harun Al-rasyid merupakan salah seorang Khalifah yang mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi. Terlahir dari seorang ayah yang juga seorang Khalifah, menjadikan Harun kecil dididik untuk menjadi seorang pemimpin kelak. hal itu terbukti. Pada masa kepemimpinannya, halifah Harun Al-rasyid mampu membawa umat islam pada titik peradaban Tertinggi. Banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masanya.

- Ada Lima kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahannya

a. kemajuan yang Pertama adalah kemajuan dalam bidang kebudayaan dan peradaban yang ditandai dengan adanya pertukaran budaya antara barat dan timur dalam bidang perdagangan, kesenian dan arsitektur.

b. Kedua, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang didorong dengan adanya kontak antara islam dan Persia yang menjadi jembatan berkembangnya sains dan filsafat, etos keilmuan khalifah yang kuat, peran keluarga Barmak, penerjemahan litertur Yunani kedalam bahasa arab semakin besar, adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen sehingga terjadi interaksi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lainnya serta situasi sosial Baghdad yang kosmopolit. Adapun berkembangnya pendidikan pada masa itu terdiri dari beberapa ilmu pengetahuan yaitu ilmu astronomi dan matematika, filsafat dan kedokteran, geografi dan sejarah, fisika dan kimia, sastra dan music serta arsitektur dan seni rupa.

c. Ketiga kemajuan dalam bidang agama islam yaitu adanya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam, ilmu fiqh dan ilmu tasawuf.

d. Keempat kemajuan dalam bidang politik dengan menggunakan sistem absolutisme yaitu pemerintahan yang mutlak ditangan khalifah dan bersifat tidak terbatas.

e. Kelima kemajuan dalam bidang ekonomi dan sosial yaitu adanya perdagangan dan industri serta adanya pertanian dan perkebunan. Untuk mengembangkan sistem pendidikan Bani Abbasiyah,



Ha run Al-rasyid membuat kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi berkembangnya pendidikan pada masa tersebut yaitu dengan memberikan beasiswa dan memajukan perpustakaan diantaranya perpustakaan akademi, perpustakaan khusus, perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, serta perpustakaan masjid dan universitas. Selain itu juga mendirikan baitul hikmah yang terdiri dari pusat penerjemahan, tempat kajian dan karangan, menara astronomi, sekolah dan kantor baitul hikmah. Dan kebijakan yang mempunyai pengaruh besar yaitu adanya penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan kedalam bahasa arab. Dampak dari kebijakan Harun Al-rasyid dalam mengembangkan pendidikan telah melahirkan beberapa ilmuan-ilmuan muslim yaitu, Zakariya Ar- Raji, Ibn Massawyh (doktor spesialis diet), Al- Kindi, Al-Khwarizmi, Musa Ibrahim Al-Fazari, Al-Farghani, Al-Battani, Iman Sibawayh, Abu Nuwas, Imam Malik, Imam Syafi‟i, Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu Daud, an-Nasa‟i dan Ibn-Majah.















DAFTAR PUSTAKA



Drs. DharmaKesuma,Dkk (2002), Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di sekolah (Bandung : PT Remaja Rosdakarya)

http://eprints.uny.ac.id/8530/3/BAB%202%20-%2007401241045.pdf

K. Ali, (1997), Sejarah Islam Tarikh Pra Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persad )

Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and

Responsibility. ( New York: Bantam Books)



Philip K. Hitti, History of The Arabs (trj.), R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of The Arabs; From The Earliest Times To The Present , (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010),





Surajio, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2010), 80.

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Dunia Pendidikan ( Jakarta :

Kencana ) . 2012










[1] https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-30


[2] Drs. DharmaKesuma,Dkk,Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di sekolah (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.22


[3] Zubaedi,Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Dunia Pendidikan ( Jakarta : Kencana, 2012), h. 9


[4] Licona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. ( New York: Bantam Books) .2004.


[5] Ibid.h.5


[6] Surajio, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2010), 80.


[7] http://eprints.uny.ac.id/8530/3/BAB%202%20-%2007401241045.pdf, Pada 09 september 2018


[8] Philip K. Hitti, History of The Arabs (trj.), R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi dari judul asli History of The Arabs; From The Earliest Times To The Present , (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), cet.1, h. 369




[9] Ibid, h.375


[10] K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pra Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 245


[11] Hitti, op.cit., h. 514-515


[12] Ali, loc.cit

.


0 comments :

About us

Common

Category

FAQ's

Category

FAQ's

© 2011-2014 Guru Sekolah Dasar. Designed by Bloggertheme9. Powered By Blogger | Published By Blogger Templates .