Friday, October 19, 2018

SOSIALISASI KEBIKAN PENDIDIKAN KARAKTER

OKE MHD AMIN     October 19, 2018    






Sosialiasasi Kebijakan Pendidikan


Karakater










2.1 Sosialisasi


2.1.1. Konsep Sosialisasi







Pada umumnya, sosialisasi merupakan sebuah proses pengenalan suatu nilai yang ada dalam suatu kelompok masyarakat. George Herbert Mead dalam bukunya Mind, Self and Society (1972), menguraikan tahap pengembangan diri manusia. Manusia lahir belum mempunyai jati diri. Diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat. David A. Goslin (T.O Ihromi, 1999) menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakatnnya.

Vembriarto (Khairuddin, 1985: 76) menyimpulkan hakikat sosialisasi adalah sebagai berikut :

1) Proses sosialisasi adalah peroses belajar, yaitu proses akomodasi yang mana individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya.

2) Melalui proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai, tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat dimana ia hidup.

3) Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.

Pengertian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi merupakan sebuah proses untuk mengenalkan individu terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam kelompok masyarakatnya. Tujuannya adalah agar individu yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang ada dalam kelompok masyarakat yang bersangkutan, sehingga tidak terjadi penolakan dan individu tersebut dapat leluasa berpartisipasi aktif sebagai salah satu anggota masyarakat.

2.1.2. Agen Sosialisasi

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi, karena dalam pelaksanaannya sosialisasi tidak mungkin dapat berjalan dengan sendirinya, pasti memerlukan adanya media, atau agen yang berperan sebagai saluran proses sosialisasi dan mengupayakan penanaman nilai-nilai dan norma sosial yang ada dalam masyarakat.

Agen sosialisai yang dimaksud adalah :




1) Keluarga

Keluarga merupakan institusi yang paling penting dalam perkembangan mental dan moral seorang individu. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan kelompok sosial primer dimana individu belajar mengenai nilai dan norma untuk pertama kalinya disini. Selain itu keluarga juga merupakan kelompok sosial yang paling sering melakukan tatap muka dengan individu dalam aktivitas kesehariannya sehingga masing-masing anggota keluarga pasti mengikuti perkembangan masing-masing anggotanya.

Sebagai pilar keluarga, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam mendidik anak-anaknya sehingga akan terbentuk ikatan emosional yang amat kuat. Kedudukan orang tua sebagai pendidik dalam keluarga serta ikatan emosional yang sangat kuat inilah yang membuat keluarga memiliki peranan vital dalam peranannya sebagai agen sosialisasi yang primer dalam masyarakat. Pada keluarga inti (nuclear family) sosialisasi dilaksanakan oleh ayah, ibu, dan anak, sedangkan pada keluarga luas (extended family) sosialisasi dilakukan oleh anggota keluarga yang lebih banyak

diantaranya seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan anggota keluarga yang lainnya.

Proses sosialisasi yang dilakukan oleh keluarga bertujuan untuk mengenalkan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga itu sendiri. Anak akan diajarkan bagaimana bertindak dan bertingkah laku. Apabila tujuan tersebut sudah terpenuhi, barulah keluarga akan mengajarkan bagaimana baiknya bersikap dan menempatkan diri dalam masyarakat tempat mereka tinggal.

2) Kelompok Bermain / Teman Sepermainan

Pihak yang dimaksudkan dalam agen sosialisasi ini adalah teman bermain dan cenderung pada teman yang sebaya. Pada kelompok ini, individu akan belajar berbagai macam pengalaman baru berdasarkan pengalaman yang dialami oleh teman bermainnya. Keberadaan teman bermain akan sangat berpengaruh dengan sikap yang akan diambil oleh individu, karena umumnya individu akan mengambil sikap umum yang biasa dilakukan oleh teman sepermainannya dan mulai sedikit mengabaikan apa yang diajarkan dalam keluarganya. Namun, dengan adanya teman bermain ini dapat

membantu individu untuk mengutarakan emosi yang sedng dirasakan seperti senang, sedih, takut dan sebagainya sehingga dapat membantu mengembangkan berbagai keterampilan sosial anak dan anak dapat dengan leluasa mengenal lingkungan masyarakatnya.

3) Media Massa

Media massa adalah suatu hal yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan masyarakat, apalagi masyarakat yang berada dalam arus globalisasi seperti saat ini. Media massa memiliki peranan yang sangat penting dalam menyampaikan pesan-pesan sosialisasi kepada berbagai macam lapisan masyarakat. Media massa yang dimaksud disini antara lain media cetak dan media elektronik. Segala sesuatu yang diterima baik dilihat, didengar, dan dibaca akan sangat berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang pengetahuan, kepribadian, dan intelektual seseorang. Pesan yang disampaikan media massa bisa mempengaruhi arah perilaku seseorang menjadi proporsional atau anti sosial (Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011: 177).

4) Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lingkungan formal pertama bagi seorang individu. Sekolah sebagai lembaga formal bertujuan untuk mempersiapkan individu atas penguasaan peranan baru yang akan digunakan dikemudian hari. Sekolah memberikan sosialisasi melalui peraturan sekolah, kurikulum, serta pengembangan keterampilan peserta didik melalui mata pelajaran yang ada dalam setiap kegiatan pembelajaran. Melalui sekolah individu akan dirangsang dan dikembangkan kecerdasan intelektual dan dan sosialnya yang berguna bagi perkembangan moral dan kepribadian individu yang bersangkutan. Pada lingkungan sekolah anak dibiasakan untuk selalu taat kepada aturan yang tentunya berupa nilai dan norma yang tercantum dalam peraturan sekolah. Apabila terjadi pelanggaran, akan ada konsekuensi sebagai timbal baliknya.

5) Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan lingkungan yang relatif kecil lingkupnya karena memiliki anggota yang lebih sedikit. Melalui proses sosialisasi lingkungan kerja, setiap individu akan berusaha menyesuaikan diri dengan berbagai nilai dan norma yang berlaku dalam kelompoknya. Hal ini bertujuan agar dia dapat diterima dengan baik oleh lingkungannya yang tentunya disesuaikan dengan kedudukan dan peranannya masing-masing.




2.1.3. Pola Sosialisasi

Dalam proses sosialisasi terdapat pola-pola yang dilakukan. Pola ini dikategorikan berdasarkan bagaimana cara dari agen sosialisasi untuk mentransferkan nilai dan kebiasaan, diantaranya :

1) Sosialisasi Refresif (Refressive Socialization), menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Sosialisasi in terjadi satu arah tanpa memberikan kebebasan kepada individu untuk berinteraksi.

2) Sosialisasi Partisipatoris (Participatory Socialization), merupakan pola yang didalamnya memberikan imbalan apabila individu mampu bersikap baik. Hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Individu diberikan kebebasan dalam berinteraksi.

2.2. Kebijakan

2.2.1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita - cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino( 2008: 7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, Kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan- hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab ( 2008: 40-50) memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :

a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan

b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi

c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan

d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan

e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai

f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implisit

g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu

h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi

j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti tujuan (goals ) program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno :2009 : 11). Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010: 12) kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan - aturan yang ada didalamnya.

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno (2007:) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan ( policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan- tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu

2.3 Pendidikan Karakter

2.3.1. Konsep Pendidikan

Pendidikan merupakan keseluruhan proses belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Pendidikan tidak berlangsung dalam batas waktu tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hidup (lifelong) sejak lahir (bahkan sejak dalam kandungan) hingga mati. Dengan demikian tidak ada batas waktu berlangsungnya pendidikan.

Pendidikan sebagai pengalaman belajar berlangsung baik dalam lingkungan budaya dalam masyarakat hasil rekayasa manusia, maupun dalam lingkungan alam yang terjadi dengan sendirinya tanpa rekayasa manusia (Redja Mudyahardjo, 2001: 46).

Berdasarkan Undang-undang Pendidikan tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003) menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

G.Terry Page, J.B. Thomas, dan AR. Marshall (Dwi Siswoyo, 2011: 34) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses pembangunan kemampuan dan perilaku manusia secara keseluruhan. Sumber lain juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses kegiatan mengubah perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan dalam arti seluas-luasnya, baik melalui pemberdayaan dan rekayasa, maupun pembebasan dari belenggu kebodohan, kemiskinan, rendah diri, dan perbudakan (Nursyid Sumaatmadja, 2002: 85).

Pendidikan secara teknis meliputi segala proses masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan, baik sektor formal maupun nonformal, dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke generasi.

Sesuai dengan peranannya, pendidikan selalu memberdayakan sumber daya manusia yang ada. Pemberdayaan yang dimaksud adalah membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberikan orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide, keputusan, dan tindakannya (Nursyid Sumaatmadja, 2002: 79).

2.3.2. Fungsi Pendidikan

Sebagaimana yang sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa pendidikan memiliki tujuan untuk menyiapkan diri supaya menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menjalankan tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia. Melalui pendidikan pula terjadi proses pelestarian tatanan sosial dan tatanan nilai kehidupan yang ada dalam masyarakat.

Talcott Parsons (Farida Hanum, 2011: 21) mengemukakan fungsi pendidikan yang secara spesifik dimasukkan dalam fungsi sekolah, yakni fungsi sekolah lebih pada untuk memastikan bahwa siswa dipastikan diperlakukan secara universalistis atau secara jujur dan adil memberi kesempatan pada siswa untuk mencapai sukses pada bidang apa saja yang sesuai dengan apa yang dikehendaki untuk dicapai.

2.3.3. Agen Pendidikan

Agen pendidikan yang dimaksud disini meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dengan demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga dan masyarakat dimana individu tersebut tinggal. Hal ini merujuk pula pada fungsi pendidikan, yakni menyiapkan individu agar dapat menjalankan peran dan fungsinya dalam masyarakat. Jika sinergi keluarga denganmasyarakat berlangsung dengan baik maka tidak akan terjadi penolakan atas individu untuk turut berkontribusi dalam masyarakat.

2.3.4. Lingkungan Pendidikan

Ki Hajar Dewantara membedakan lingkungan pendidikan berdasarkan pada kelembangaanya sebagai berikut (Dwi Siswoyo, 2011:149) :

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan agen pendidikan yang pertama kali dikenal oleh individu. Pendidikan yang diberikan bersifat informal. Hal ini dikarenakan karena di sinilah kepribadian anak pertama kali dibentuk, disesuaikan dengan adat kebiasaan yang berlangsung dalam keluarganya.

Keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak. Namun pengaruh ini akan semakin berkurang ketika individu mulai beranjak dewasa dan mulai mengenal pergaluan di luar keluarga.

2) Lingkungan Perguruan atau Sekolah

Perguruan atau sekolah dikenal juga sebagai balai wiyata, yaitu lingkungan pendidikan yang mengembangkan dan meneruskan pendidikan anak menjadi warga Negara yang cerdas, terampil, dan bertingkah laku baik. Sekolah merupakan lembaga sosial formal yang didirikan oleh Negara maupun yayasan tertentu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah di satu pihak mewakili orang tua dan masyarakat, di pihak lain mewakili negara.

3) Lingkungan Organisasi Pemuda

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona (dalam A.M Azzet, 2011) tanpa ketiga aspek tersebut, pendidikan karakter tidak akan efektif. Jadi, yang diperlukan dalam pendidikan karakter tidak cukup dengan pengetahuannya saja. Hal ini karena pendidikan karakter terkait erat dengan nilai dan norma yang tentu saja diperlukan praktek nyatanya dalam kehidupan sehari-hari. Lickona (Ajat Sudrajat, 2011: 49) juga berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika inti.

Dengan kata lain, pendidikan karakter mengarahkan individu untuk memiliki ‘kesadaran untuk memaksa diri’ melakukan nilai-nilai yang menjadi tuntutan dalam pendidikan karakter. Menurut Doni Koesoema A. (2007: 4) pendidikan karakter merupakan keseluruhan dinamika rasional antar pribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun luar dirinya, agar pribadi semakin dapat menghayati kebebasannya, sehingga peserta didik semakin bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka.

Tiga aspek yang terdapat dalam pendidikan karakter yakni pengetahuan, perasaan, dan tindakan juga memberikan dasar yang kuat untuk membangun pendidikan karakter yang koheren dan komprehensif. Hal tersebut secara tidak langsung mengharuskan pendidik agar mampu mengkondisikan individu.




DAFTAR PUSTAKA




A.M Azzet. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Dany Haryanto & Nugrohadi, G. Edi. 2011. Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo

Dwi Siswoyo, dkk. 2011. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Elly M. Setiadi, dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Soisologi. Jakarta: Kencana.

Farida Hanum. 2011. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kanwa.

Henslin, James M. 2007. Sosiologi : Dengan Pendekatan Membumi Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

0 comments :

About us

Common

Category

FAQ's

Category

FAQ's

© 2011-2014 Guru Sekolah Dasar. Designed by Bloggertheme9. Powered By Blogger | Published By Blogger Templates .